REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Syamsudin Alimsyah mengkritisi kericuhan yang terjadi saat Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Menurutnya, hal itu adalah peristiwa kelam demokrasi di DPD.
Bahkan dia menyebut kericuhan itu sebagai prilaku paling buruk dipertontonkan oleh para politikus kepada rakyat. Dia menilai, semua semata karena ambisi kuasa sampai gelap mata. Menurutnya, para anggota DPD RI sedang bermain-main dalam negara sampai lupa mandat lembaga itu sendiri.
“Saya kira ini menjadi bukti apa yang kita kuatirkan selama ini bila lembaga ini dikuasai parpol. Sejatinya mereka sadar putusan MA sudah turun dan itu bersifat final binding. Mengikat oleh semua. Mereka DPD RI itu disumpah tunduk pada hukum,” jelas Syamsudin, Senin (3/4).
Maka dari itu, Syamsudin mengingatkan kepada anggota DPD RI, untuk mengedepankan etika di atas segalanya. Tentu dengan pemaknaan yang kuat mengapa mereka ada di lembaga DPD RI. "Tujuannya apa? Dari sana mereka akan bisa bekerja dengan maksimal tanpa didominasi nafsu kuasa. Anggota DPD harus paham sebagai senator mewakili daerah. Dirinya juga adalah sekaligus cerminan atas publik,” kata Syamsudin.
Dia menilai kericuhan di Paripurna secara langsung mereka telah berkontribusi atas pendidikan politik yang buruk di Tanah Air. Syamsuddin juga mengatakan, semua persoalan seolah harus diselesaikan dengan konflik adalah sesuatu yang tidak elok dan tidak pantas bagi seorang negarawan.
Menurutnya, sudah saatnya daerah-daerah terutama Pemda untuk bergerak mengingatkan wakilnya di parlemen untuk menjaga etika dalam berpolitik. “DPD RI harus diingatkan latar muasal pembentukannya salah satunya adalah karena diharap menjaga NKRI yang saat itu lagi dalam situasi ancaman serius disintegrasi,” tutup Syamsudin.