Senin 03 Apr 2017 19:05 WIB
Pilkada DKI

Pengamat: Dalam Demokrasi, Kampanye Negatif Wajar Dilakukan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi kampanye hitam
Foto: kerikilberlumut.com
Ilustrasi kampanye hitam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye negatif berbeda dengan kampanye hitam. Pengamat politik, Zaenal A Budiyono mengatakan kampanye hitam cenderung berisi fitnah, isu yang belum jelas kebenarannya dan rumor.

Sementara kampanye negatif adalah berupa data kelemahan kandidat tertentu yang sering digunakan pihak lawan untuk menekan elektabilitas lawannya. "Dalam budaya demokrasi, hal ini wajar dilakukan," kata dia pada Republika.co.id, Senin (3/4).

Menurutnya, kampanye negatif sudah sering dilakukan sejak putaran I Pilkada oleh ketiga pasangan. Semuanya memanfaatkan celah negatif untuk menyerang rival. "Di satu sisi, mereka melemahkan lawan dan satu sisi lagi meyakinkan pemilih kepadanya," kata Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) ini.

Ia mencontohkan saat Anies menyerang Ahok bahwa Jakarta tempat paling berbahaya kelima di dunia dengan merujuk hasil penelitian lembaga tertentu. Begitu juga saat Ahok menyerang balik Anies bahwa kinerja Kemendikbud di masa Anies berada di urutan bawah.

Serangan semacam ini adalah negative campaign, namun tidak bisa dielakkan karena merupakan fakta dan data. Yang patut diwaspadai adalah kampanye hitam yang hanya berdasar pada rumor atau sesuatu yang tidak jelas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement