Senin 03 Apr 2017 17:20 WIB

Kampanye Negatif Biasa dalam Demokrasi

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Andi Nur Aminah
Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia gelar unjuk rasa aksi solidaritas dan teatrikal memprotes merebaknya isu SARA menjelang Pilkada DKI Jakarta, pada Rabu (29/3) di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia gelar unjuk rasa aksi solidaritas dan teatrikal memprotes merebaknya isu SARA menjelang Pilkada DKI Jakarta, pada Rabu (29/3) di sekitar Bundaran HI, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye negatif adalah hal sah dalam proses demokrasi. Faktalah yang membedakan antara kampanye negatif dengan kampanye hitam yang isinya hoaks. Hal ini disampaikan pengamat politik Abdul Hakim, Senin (3/4).

Abdul mengatakan kampanye sejatinya dilakukan untuk mengkontraskan diri dengan kompetitor. "Ingin menyampaikan sesuatu yang berbeda, yang mungkin di pasangan lain tidak ada," kata dia pada Republika.co.id.

Salah satu cara mengontraskan diri tersebut adalah dengan kampanye negatif yang memang tujuannya untuk menurunkan elektabilitas rival. Pasangan calon bisa mengajukan program yang mungkin tidak bisa dilakukan pasangan lain.

Abdul menilai kampanye negatif adalah pembelajaran bagi masyarakat. Ini juga merupakan hal biasa dan sah dalam demokrasi. "Di Amerika Serikat, kampanye negatif sering dilakukan, seperti saat pemilu presiden kemarin," kata dia.

Saat Donald Trump menyerang Hillary Clinton dengan fakta Hillary menggunakan akun surel pribadi untuk urusan pekerjaan. Serangan ini sah dilakukan karena memang berdasar pada fakta.

Ia mengakui bahwa kampanye negatif memang rentan menimbulkan efek berlebihan. Sehingga disinilah pembelajarannya. Bahwa setiap berita tidak seharusnya ditelan mentah-mentah dan perlu dicek faktanya.

"Harus dijaga agar kampanye negatif tidak menimbulkan benturan fisik," kata Direktur Skala Survei Indonesia ini. Beberapa waktu lalu, KPU DKI Jakarta mengumumkan kampanye negatif boleh dilakukan setiap kubu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Namun Bawaslu menilai ini perlu dihindari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement