Senin 03 Apr 2017 16:34 WIB

Kampanye Negatif Baik untuk Masyarakat

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Andi Nur Aminah
Paslon Cagub dan Cawagub DKI Jakarta nomor urut tiga Anies-Sandi dan paslon nomor urut satu Basuki-Djarot
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Paslon Cagub dan Cawagub DKI Jakarta nomor urut tiga Anies-Sandi dan paslon nomor urut satu Basuki-Djarot

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi kampanye membayang-bayangi Pilkada DKI Jakarta menjelang hari pemilihan 19 April 2017. Pengamat politik, Zaenal Budiyono menilai hal-hal semacam ini justru baik untuk publik.

Kampanye negatif adalah menyerang lawan berdasarkan fakta. "Ini baik untuk masyarakat, sehingga mereka tidak hanya disajikan dengan iklan-iklan politik yang cenderung memuji, namun juga mendapat data tentang kekurangan masing-masing calon," kata Dosen FISIP Universitas Al Azhar Indonesia ini, Selasa (3/4)

Menurutnya, kampanye negatif berbeda dengan serangan terkait SARA atau isu tertentu yang sebenarnya tidak pernah dilakukan. "Misalnya pernah menikah diam-diam, ingkar janji, dan tindakan lainnya, yang itu tidak terverifikasi kebenarannya, alias fitnah," katanya.

Zaenal menegaskan itu adalah contoh-contoh dari kampanye hitam yang memang harus dilarang dan ditindak tegas. Pasalnya, bila satu kampanye hitam sudah muncul, maka akan diikuti oleh kampanye hitam berikutnya.

Bisa jadi ada aksi saling balas dan lainnya. Pada akhirnya, kampanye hitam itu akan meningkatkan suhu politik di akar terendah dan tidak produktif bagi kepentingan pemilih. Masyarakat juga dinilai perlu waspada dan pandai membedakan antara kampanye hitam dan kampanye negatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement