Sabtu 01 Apr 2017 05:41 WIB

Kemenlu Ungkap Penyulit Penyelesaian Kasus WNI Bermasalah di Luar Negeri

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Reiny Dwinanda
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bersama Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi dalam Pertemuan Koordinasi dan Bintek Penanganan Permasalahan WNI di Luar Negeri untuk Pemangku Kepentingan Daerah di Mataram, NTB, Jumat (31/3).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bersama Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi dalam Pertemuan Koordinasi dan Bintek Penanganan Permasalahan WNI di Luar Negeri untuk Pemangku Kepentingan Daerah di Mataram, NTB, Jumat (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan jumlah penyelesaian kasus yang dialami warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2016, Kemenlu mencatat dari 17 ribu kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), penyelesaiannya mencapai 76 persen. Di tahun sebelumnya, angkanya terekam 57 persen.

Retno menyampaikan 30 persen kasus yang belum selesai merupakan kasus berat dan masih dalam proses pengadilan. Ia bertekad untuk menyelesaikannya di 2017.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan ada sejumlah penyulit dalam penyelesaian kasus-kasus tersebut. Koordinasi yang kurang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah menjadi salah satu penghambat. "Persoalan dan peraturan yang ada di negara tujuan juga turut berperan," ujarnya di Mataram, NTB, Jumat (31/3).

Iqbal menjelaskan ada beberapa negara yang sistem hukumnya mensyaratkan  proses persidangan dengan tempo yang cukup lama untuk menyelesaikan setiap kasus. Ia mencontohkan Arab Saudi yang proses persidangannya bisa tiga, empat, hingga 10 tahun.

Iqbal mengungkapkan dari 17 ribu kasus yang dialami WNI pada 2016, sekitar 25 persen berasal dari NTB. Mereka diduga merupakan TKI non-prosedural. "Tapi, apakah legal atau tidak, ketika ada masalah pasti negara hadir melindungi. Skema perlindungannya berbeda dan faktanya yang non-prosedural menyelesaikannya jauh lebih sulit," jelas Iqbal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement