Ahad 26 Mar 2017 23:33 WIB

Pengamat: Transportasi Online dan Konvensional Bisa Berkolaborasi

Ilustrasi Bentrok Ojek Online dengan Angkot
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Bentrok Ojek Online dengan Angkot

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah seharusnya mendorong perusahaan transportasi berbasis aplikasi (online) dan konvensional untuk berkolaborasi dibandingkan menerbitkan berbagai aturan yang tidak perlu sehingga akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen, kata seorang pengamat.

"Pemerintah sejatinya tidak perlu merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Harusnya jalankan saja seperti yang ada saat ini," kata pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan dalam rilisnya di Jakarta, Ahad (26/3).

Menurut dia, pengaturan tarif dan kuota transportasi online saat ini tidak relevan. Sebab, mekanisme yang berjalan di lapangan adalah hukum pasar. Masyarakat sebagai konsumen transportasi online akan memilih menggunakan moda yang nyaman dan murah. Pengaturan tarif dan kuota hanya akan berimbas pada penurunan kualitas pelayanan transportasi.

Kolaborasi antara perusahaan transportasi online dengan konvensional sejatinya bisa menjadi solusi terhadap situasi saat ini. "Pendapatan pengemudi transportasi konvensional yang berkolaborasi dengan aplikasi online justru meningkat," kata Mantan Ketua Dewan Transportasi Jakarta ini.

Ia mengatakan kolaborasi tersebut sejatinya dapat menggabungkan kelebihan dari masing-masing bisnis. Transportasi online yang merupakan perusahaan teknologi sangat mumpuni dalam hal inovasi aplikasi. Sementara perusahaan transportasi konvensional sangat berpengalaman dalam bisnis angkutan. Pada akhirnya, kolaborasi tersebut justru akan menguntungkan semua pihak.

Sebagai informasi, saat ini sejumlah perusahaan transportasi online di Jakarta sudah bekerjasama dengan transportasi konvensional. Contohnya, Gojek dan BlueBird yang melakukan kerja sama dalam lini bisnis Gocar. Ada pula Taksi Express yang berduet dengan Uber.

Menurut Tigor, pemerintah seharusnya cukup mengatur standar pelayanan minimum bagi transportasi. Standar tersebut harus berlaku secara nasional, dan tidak boleh diserahkan kepada pemerintah daerah. "Standar aman di Jakarta dan Semarang harus sama," katanya.

Selama ini, pemerintah justru tak menegakkan standar pelayanan tersebut secara konsisten. Situasi inilah yang menjadi pemicu konsumen lebih banyak memilih transportasi online yang lebih nyaman, ujarnya.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya menegaskan pemerintah pada prinsipnya ingin berkeadilan. Pemerintah akan mengatur transportasi, khususnya jenis taksi baik online maupun konvensional secara adil agar tidak terjadi perang tarif yang berpotensi memicu konflik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement