REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delapan terduga teroris yang ditangkap pada Kamis (23/3) kemarin, memiliki jejaring ke kelompok teroris di Filipina Selatan. Apalagi, dua dari delapan orang tersebut pernah ikut latihan militer di sana.
Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, penyidik dari Detasemen Khusus (Densus) 88 masih melakukan pengembangan terhadap kelompok teroris tersebut. "Karena ini berafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan berkolaborasi dengan kelompok teror di Filipina Selatan," ujar dia di kantor Humas Polri, Jakarta Selatan, Jumat (24/3).
Dua terduga teroris yang pernah ikut latihan militer di Filipina Selatan, yakni Suryadi Masud (SM) alias Abu Ridho dan NK. NK tewas dalam penangkapan di Cilegon, Banten. SM dan NK ini, kata Martinus, melakukan pembelian lima senjata berupa pistol dari kelompok teror di Filipina Selatan.
Dua dari lima pistol itu digunakan dalam aksi teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada awal 2016 lalu. "Dua senjata saat aksi bom Thamrin itu berasal dari pembelian oleh SM dan MK ke Filipina Selatan," ucap dia.
Martinus menambahkan, SM ini mengikuti latihan militer pada kelompok teror di Filipina Selatan dalam waktu yang cukup lama. Ini terlihat dari kemampuannya dalam merakit dan mengajarkan terkait persenjataan.
"Tapi kita belum tahu kelompok di sana (Filipina Selatan) siapa. Tapi kalau melihat kelompok SM ini, dengan memiliki kemampuan merakit dan mengajar tentang persenjataan yang didapat dari Filipina Selatan, berarti dia cukup lama di sana," ucap dia.
Selain itu, Martinus menuturkan, berdasarkan pemeriksaan sementara, kelompok SM ini ingin memindahkan lokasi kamp latihan militer yang semula berbasis di Poso, Sulawesi Tenggara, ke Halmahera, Maluku Utara. Mereka berencana menjadikan Halmahera sebagai kamp latihan militer seperti di Poso.