REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak banyak orang yang melakukan perbaikan bagi lingkungannya. Butuh proses bertahun-tahun agar lingkungan laik untuk ditinggali. Berbekal pelatihan dan ilmu yang didapat melalui Dompet Dhuafa, Mahariah (47 tahun) sosok wanita tangguh dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta menjalankan tekadnya mewujudkan lingkungan hijau yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Bermula terjun sebagai relawan dan prihatin terhadap ekosistem di Pulau Pramuka, Mahariah mengabdikan dirinya untuk lingkungan. Mahariah merupakan penggiat Sentra Penyuluhan Konservasi Pedesaan.
Menurut Mahariah, krisis lingkungan di Pulau Pramuka disebabkan sampah terutama saat banjir di Jakarta. ''Sampah yang ada di Pulau Pramuka dan sekitarnya adalah sampah Jakarta yang terbawa banjir dan gelombang hingga menumpuk di beberapa pulau,'' ungkap Mahariah.
Masalah lainnya di Pulau Pramuka adalah lahan hutan mangrove yang setiap tahun terus berkurang. Hal ini disebabkan bertambahnya populasi penduduk pulau tersebut dan perusakan hutan mangrove.
Sejak 2003, Pulau Pramuka dikenalkan dengan program ekowisata yakni pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Pada 2007, pengelolaan ekowisata mulai dilakukan terintergrasi dengan pola kegiatan seperti menawari wisatawan untuk melakukan penghijauan pada wilayah hutan mangrove, ikut aksi dalam pengelolaan daur ulang sampah, serta berperan aktif mengajak masyarakat untuk menjaga kelesatarian lingkungan.
Mahariah mengaku, kesulitas yang ia hadapi bersama rekan-rekan Sentra Penyuluhan Konservasi Pedesaan adalah pendekatan untuk mengubah pola pikir masyarakat. Dengan mayoritas masyarakat Pulau Pramuka bermata pencaharian sebagai nelayan, pola edukasi persuasif digalakkan sehingga ada perubahan pola berpikir.
Masyarakat juga diajak untuk berperan aktif dalam menjaga ekosistem Pulau Pramuka. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan adalah sumber bencana yang dapat membawa masalah bagi masyarakat. Seperti warga di Pulau Panggang yang terus menggunakan air asin dan tampungan air hujan sebagai air pokok.
Mahariah bersama rekan-rekannya terus berusaha menjaga ekositem mangrove dalam keadaan baik. Pada 2007 sudah 1,2 juta batang mangrove yang ditanam oleh para pegiat lingkungan.
Selain Sentra Penyuluhan Konservasi Pedesaan, Pulau Pramuka jyga memiliki pusat aktivitas anak muda seperti Variabel Bebas yang mulai aktif sejak 2016. Manajer Program Variabel Bebas, Heni Saraswati (28 tahun) mengatakan, Putaka Hijau merupakan salah satu upaya edukasi pariwisata. Kegiatan ini ertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat ketidaktahuan wisatawan akan akibat eskploitasi pariwisata.
Pustaka Hijau memiliki 48 anggota. Selain edukasi, mereka juga melakukan budidaya sayur mayur agar warga Pulau Pramuka tidak selalu bergantung pada pasokan sayur dari Jakarta.