REPUBLIKA.CO.ID,BEKASI — Kendati peraturan syarat tabungan Rp 25 juta untuk pembuatan paspor dicabut, Imigrasi Bekasi tetap mewaspadai permohonan paspor yang terindikasi akan menjadi TKI non prosedural. Hal ini dinyatakan oleh Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Bekasi Sutrisno.
Sebelumnya, Dirjen Imigrasi sudah mengeluarkan peraturan untuk melampirkan bukti tabungan dengan nominal sekurang-kurangnya Rp 25 juta untuk pembuatan paspor. Peraturan tersebut merupakan bentuk pencegahan tenaga kerja non prosedural.
“Itu bukan persyaratan mutlak. Hanya pada tahap wawancara proses pemberian paspor, bila ada indikasi yang bersangkutan akan bekerja secara ilegal dengan alasan ziarah atau umroh, maka syarat itu diberlakukan,” ujar Sutrisno di kantornya pada Selasa (21/3).
Sutrisno mengatakan, setelah diberlakukannya peraturan tersebut, muncul opini publik yang menggambarkan seolah-olah imigrasi mempersulit pemberian paspor. Setelah pihak imigrasi melihat perkembangan dan melakukan pengkajian ulang, maka klausul persyaratan tabungan Rp 25 juta tersebut dicabut.
Surat edaran Dirjen Imgrasi pada tanggal 20 Maret 2017 mencabut kewajiban pemohon untuk menyerahkan bukti tabungan dengan nominal sekurang-kurangnya Rp 25 juta untuk pembuatan paspor.
“Sebenarnya tujuan peraturan tabungan Rp 25 juta tersebut baik, untuk melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, khususnya di Timur Tengah. Kalau TKI harus secara prosedural melalui Kementerian Tenaga Kerja dibawah pengawasan BNP2TKI. Tapi masih banyak TKI yang non-prosedural,” ujar Sutrisno.
Menurutnya ini adalah langkah pencegahan TKI non prosedural tersebut. Sutrisno mengatakan, bahwa dalam tahap wawancara ketika proses pemberian paspor, secara profesional petugas imigrasi dapat menilai. Petugas dapat melihat bila terdapat indikasi kuat bahwa yang bersangkutan akan bekerja di luar negeri tidak sesuai dengan ketentuan.
Petugas dapat melihat secara profiling, juga dari gestur dan gerak tubuh. Apabila pemohon ada indikasi untuk bekerja di luar negeri secara non prosedural, maka akan diminta untuk menunjukkan dokumen perjalanan. Seperti tiket penerbangan, atau surat undangan dari keluarga apabila tujuan berpergian untuk mengunjungi keluarga.
Arsi Aditya, Kasi Lalu Lintas Keimigrasian Bekasi menyatakan bahwa pada surat edaran sebelumnya, peraturan tidak hanya membahas mengenai syarat tabungan Rp 25 juta.
“Ada persyaratan lain seperti penyerahan dokumen keluarga, atau rekomendasi dari biro perjalanan dan Kementerian Agama bagi yang umroh atau haji khusus. Surat edaran yang baru hanya mencabut klausul syarat tabungan Rp 25 juta, syarat yang lain tetap,” ujar Arsi.
Menurut Arsi, persyaratan tabungan ini adalah cara terakhir dalam proses pemberian paspor. “Bila setelah melalui tahap wawancara namun yang bersangkutan masih belum meyakinkan, maka penyerahan bukti tabungan ini adalah cara terakhir. Kalau dicabut pun tidak masalah, kami masih memiliki banyak cara lain yang sama kuatnya,” ujar Arsi.
Menurutnya, walaupun syarat tabungan Rp 25 juta ini dicabut, imigrasi tetap melakukan pencegahan terhadap TKI non prosedural. “Kita tetap memerangi TKI non prosedural. Melalui penyerahan dokumen-dokumen terkait perjalanan, supaya memang benar tujuan perjalanannya sesuai. Dan jelas yang bersangkutan bukan TKI non prosedural,” ujarnya.
Menurut Arsi, Kantor Imigrasi Bekasi pun hingga saat ini belum pernah mengajukan syarat tabungan Rp 25 juta kepada pemohon pembuatan paspor. “Bukan berarti kita tidak melaksanakan surat edaran sebelumnya, tapi kita memang menolak pemohon yang terindikasi kuat akan bekerja menjadi TKI non prosedural,” ujar Arsi.
Arsi kemudian mengatakan bahwa secara statistik, pada bulan Januari – Februari 2017, Kantor Imigrasi Bekasi sudah menolak 24 permohonan paspor yang terindikasi akan menjadi TKI non prosedural. Sutrisno pun menambahkan bahwa dalam sehari permohonan paspor di Kantor Imigrasi Bekasi berkisar antara 250 – 300 permohonan per hari. Dan akan meningkat bila mendekati waktu haji.