Selasa 21 Mar 2017 08:49 WIB

KLHK Siapkan Kebijakan Baru Antisipasi Karhutla

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Angga Indrawan
Ilustrasi Kebakaran Hutan
Foto: Antara
Ilustrasi Kebakaran Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ingin mengulang terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang memberi kerugian sangat besar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan kebijakan yang wajib dipatuhi.  Hal itu dilakukan untuk meningkatkan perlindungan dan pengelolaan kawasan gambut.  

“Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut,” ujar Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dalam sosialisasi perubahan kebijakan di Gedung Manggala Wanabakti KLHK, Senin (20/3).

Ia mengatakan, kejadian karhutla yang selama ini terjadi mayoritas berada di areal gambut dengan fungsi lindung dan budidaya. Sayangnya, dalam PP 71/2014 belum terdapat butir yang mengatur penanganan kerusakan ekosistem gambut akibat karhutla.

Terbitnya PP 57/2016 tersebut bertujuan untuk mengakomodir upaya pencegahan karhutla dan penegakan hukum dalam konteks perlindungan gambut. Dalam PP tersebut juga dimasukkan penambahan, penguatan serta penyesuaian pasal-pasal berdasarkan amanat Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perubahan juga dilakukan terhadap Peraturan Menteri LHK Nomor P.12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri melalui Peraturan Menteri LHK Nomor. P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017. Ada beberapa perubahan mendasar dalam peraturan ini, yaitu kriteria penetapan kawasan lindung gambut, pengaturan perubahan areal tanaman pokok dan tanaman kehidupan menjadi fungsi lindung, pengaturan areal tanaman pokok dan tanaman kehidupan menjadi fungsi budidaya dan kebijakan areal lahan usaha pengganti (land swap) seluas 40 persen. Perubahan ini dilakukan sebagai tindak lanjut pencegahan karhutla yang terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Terkait HTI, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) M.R. Karliansyah mengatakan, luas ekosistem gambut yang berada di kawasan HTI diketahui seluas 2.641.483 hektare dan 1.427.786 juta hektare merupakan fungsi lindung. Dengan terbitnya peraturan kebijakan ini, ia melanjutkan, setiap perusahaan wajib melaksanakan inventarisasi eksosistem  gambut, revisi Rencana Kerja Umum (RKU), mengajukan permohonan penyesuaian perijinan, serta wajib mentaati semua persyaratan lainnya sesuai peraturan tersebut.

Tidak hanya itu, pengukuran muka air tanah juga dilakukan pada titik penataan ekosistem gambut yang  disepakati. Titik penataan minimal sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah petak atau blok produksi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal teknis atas dasar kesesuaian.

 

“Terkait pemulihan ekosistem gambut, wajib  dilakukan di fungsi lindung dan budidaya. Kubah gambut yang belum diusahakan, wajib dipertahankan sebagai ekosistem gambut dengan fungsi lindung,” ujar dia. Sementara itu, kubah gambut yang sudah dilakukan kegiatan budidaya, dilarang ditanami kembali dan wajib dilakukan pemulihan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement