REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deradikalisasi terhadap terhadap pelaku terorisme dan orang-orang yang telah terjangkit virus radikalisme dan terorisme harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan demi menanggulangi terorisme di Indonesia. Sejauh ini, deradikalisasi yang dijalankan pemerintah sudah bagus, tapi tetap harus dimaksimalkan agar tepat sasaran dan berhasil mengikis terorisme Bumi Nusantara.
"Deradikalisasi yang dijalankan selama ini saya rasa sudah cukup bagus. Berhasilnya juga signifikan. Buktinya banyak para ikhwan yang dulunya radikal sekarang menjadi moderat," kata mantan teroris Khairul Ghazali saat dihubungi Sabtu (18/3).
Namun, ia mengakui ada sebagian dari mereka yang belum 'sembuh' dan kembali ke pemahaman jihad yang selama sebenarnya salah. Tapi itu hanya segelintir dan kelompok yang masih mendukung radikalisasi ini hanya sebagian kecil saja.
Mantan pelaku teror dan perampokan Bank CIMB Medan ini menilai langkah pemerintah dengan merangkul para mantan kombatan untuk membantu program deradikalisasi juga cukup efektif. Pasalnya, orang telah terkena ideologi kekerasan akan sulit didekati oleh orang di luar mereka.
"Salah satu kunci deradikalisasi itu ialah kita harus dekat dengan mantan-mantan pelaku teror itu. Harus dekat dan harus dengan hati. Tidak bisa dengan argumentasi, mereka itu bukan orang yang perlu dinasehati. Karena mereka sudah merasa bahwa mereka bisa dinasehati oleh dirinya sendiri," ungkap Khairul.
Pendekatan lebih bagus lagi, tegas Khairul adalah pendekatan ekonomi, bukan ideologi. Dari ekonomi baru ini nanti tensi ideologi mereka akan menurun. "Kenapa? Mereka melihat negara memperhatikan aku, negara memperhatikan anak-anak ku, oh negara memperhatikan istri dan keluargaku. Dengan begitu mereka akan melunak, apalagi bila kondisi perekonomiannya juga baik," terang Khairul yang sekarang aktif membangun pesantren untuk anak-anak korban terorisme di Deli Serdang, Sumatera Utara ini.
Menurutnya, para mantan pelaku aksi terorisme setelah menjalani hukuman pasti butuh pekerjaan agar mereka tidak kembali ke jalan salah. Karena itu mereka harus dilatih keterampilan. Dalam hal ini, BNPT sebagai koordinator penanggulangan terorisme di Indonesia bisa bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain untuk melatih. BNPT bisa bekerja sama dengan dinas sosial, Pemerintah Provinsi, Kota/Kabupaten dimana mantan teroris itu berada, untuk memantau dan terus mengarahkan mereka.
"Langkah ini harus cepat. Hari itu mereka dibebaskan maka hari itu juga sudah mulai diperhatikan," tukas Khairul.
Khairul mengapresiasi langkah Kepala BNPT Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, SH dengan program deradikalisasi dari hulu ke hilir. Menurutnya, apa yg dilakukan kepala BNPT ini bagus.
"Mereka (mantan teroris) itu adalah manusia biasa yang punya hati. Seperti yang saya katakan tadi jangan dikhotbahi macam-macam. Setelah keluar dari penjara mereka jangan distigmakan atau dikucilkan, juga keluarga dan anak-anaknya harus dibantu ekonominya. Setelah itu baru pelan-pelan kita ubah ideologinya. Ini adalah pendekatan yang dilakukan pak Suhardi Alius, cukup paten. Pendekatan seperti ini sudah dari dulu saya lakukan dan sekarang saya wujudkan dengan membangun pesantren ini," paparnya.
Khairul mencontohkan dengan memberi pendidikan gratis pada anak-anak pelaku tindak pindana terorisme, ia optimistis suatu saat nanti anak-anak itulah yang justru bisa menyadarkan orang tuanya, terutama tentang pemahaman jihad yang salah.
Ia berharap ke depan, negara lebih masif dan hadir dalam program deradikalisasi. Ia mengungkapkan masih ada sekitar 600-an mantan teroris yang sudah keluar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan 200-an masih di dalam Lapas.
"Mereka harus didekati dengan hati. Dicari posisinya berada, dibantu ekonominya, dilatih skill-nya. Begitu juga keluarganya, anak-anaknya yang terlantar pendidikannya negara harus hadir. Jangan ada pembiaran terhadap mantan-mantan ini, atau orang-orang yang sudah terkena virus radikalisme," kata Khairul Ghazali.