REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Boleh jadi Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu produsen utaa unggas di Indonesia. Namun, minimnya penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) menjadi alasan kebijakan moratorium atas izin perusahaan unggas di wilayah ini.
Pemkab Sukabumi menerapkan moratorium pengeluaran izin perusahaan unggas. Kebijakan tersebut diambil karena pertimbangan minimnya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor unggas.‘’ Sukabumi termasuk salah satu produsen utama untuk unggas di Indonesia,’’ terang
Kepala Dinas Peternakan (Disnak) Kabupaten Sukabumi, Iwan Karmawan kepada Republika, Ahad (19/3) mengatakan, selama ini produksi unggas asal Sukabumi untuk memasok kebutuhan masyarakat yang berada di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Namun, karena kontribusi perusahaan unggas yang ada di Sukabumi bagi PAD sangat kecil. Padahal, di Sukabumi terdapat sekitar 385 unit perusahaan unggas yang tersebar di sejumlah kecamatan.
Minimnya PAD dari sektor perunggasan ini ungkap Iwan menjadi dasar dikeluarkannya moratorium perizinan perusahaan unggas pada awal 2017. ‘’Dalam artian tidak boleh lagi masuk perusahaan unggas yang baru,’’ ujar Iwan. Terkecuali ungkap dia perusahaan unggas yang akan masuk tersebut berkomitmen untuk memberikan kompensasi atau kontribusi pada PAD Sukabumi.
Selama ini, kata Iwan, perusahaan unggas hanya memberikan kontribusi pada saat melakukan proses izin pada tahap awal. Selepas itu tidak ada kontribusi maupun dana corporate social responsibility yang disalurkan. Dengan adanya moratorium ini, jika ada perusahaan yang ingin masuk maka harus memiliki komitmen terhadap daerah. Khususnya dalam kontribusi PAD maupun CSR yang jelas.
Iwan mengungkapkan, terkait kontribusi ini disnak sudah melakukan studi banding ke Kabupaten Bandung Barat (KBB). Wilayah tersebut sudah mengeluarkan payung hukum untuk kontribusi PAD. Menurut Iwan, di KBB diterapkan biaya untuk pemeriksaan setiap DOC (day old chick) atau bibit sebesar Rp 100 dan telur Rp 25. Penerapan kebijakan itu di wilayah ini mendapatkan keberatan dari perusahaan yang tidak membayar penuh biaya yang ditetapkan.
Jika hal tersebut diterapkan di Sukabumi, lanjut Iwan, maka kontribusi PAD bagi daerah sangat besar. Pasalnya, setiap minggunya Sukabumi mengeluarkan sebayak 25 ribu ekor unggas ke berbagai daerah. Sehingga, jika dikalikan dengan puluhan ribu unggas maka akan menghasilkan kontribusi yang besar. Namun, penerapan kebijakan ini masih harus dikaji terkait dengan memperhatikan peraturan yang lebih tinggi. Terlebih beberapa waktu lalu ada sejumlah peraturan daerah yang dicabut pemerintah pusat karena bertentangan dengan peraturan di atasnya atau dinilai menjadi faktor investasi biaya tinggi.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner, Pengolahan dan Pemasaran Disnak Kabupaten Sukabumi Winda Sri Rahayu menambahkan, pemkab juga memberikan perhatian khusus pada aspek kesehatan hewan ternak. Di mana, Pemkab Sukabumi mengeluarkan surat edaran mengenai kewaspadaan menghadapi penyebaran anthrax, flu burung, dan rabies pada akhir Januari 2017 lalu.