REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), menyayangkan platform Facebook sudah membiarkan adanya konten live adegan bunuh diri yang dilakukan seorang pria. Yang memprihatinkan hingga pagi ini, konten berisi pesan verbal dan adegan bunuh diri itu juga tayang dan bisa diakses di Youtube, kendati sudah ada laporan keberatan atas konten tersebut.
Ketua Umum IJTI, Yadi Hendriana menilai, tayangan live bunuh diri yang ditayangkan Facebook luar biasa mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan menunjukan platform media sosial tersebut kurang tanggap dalam merespon tersebarnya pesan-pesan berbahaya melalui platform mereka. Ia menyatakan, pesan dan tindakan bunuh diri adalah hal yang secara universal tidak diinginkan untuk disebarluaskan karena selain mengerikan, juga bisa memicu tindak peniruan.
IJTI juga menyayangkan karena sampai Sabtu pagi ini, konten itu juga diunggah sejumlah orang di Youtube dan pengelola platform tersebut tidak kunjung memblokirnya. Sehingga rekaman pesan dan adegan bunuh diri semakin menyebar seperti virus.
''Maaf, ini berbahaya. Pengelola platform media sosial harus punya tanggung jawab terhadap konten-konten 'gila' seperti ini,'' kata Yadi, dalam siaran persnya, Sabtu (18/3).
Ia menyatakan, ini semakin memperpanjang daftar kasus untuk mempertanyakan tanggung jawab penyelenggara platform media sosial dalam pemuatan konten-konten berbahaya dan juga informasi serta berita palsu. IJTI memandang peristiwa ini harus menjadi dasar bagi para pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk membuat aturan yang jelas bagi penyedia platform media sosial seperti Facebook dan Youtube.
Oleh karena itu, IJTI meminta pemerintah untuk segera membuat dan menerapkan regulasi yang mampu membuat para penyelenggara platform media sosial lebih peduli terhadap konten bermasalah dan berbahaya yang diunggah ke platform mereka. ''Perlu ada ancaman sanksi denda yang berat sehingga mereka tidak abai. Ini penting karena efek yang bisa ditimbulkan oleh pesan di media sosial bisa sangat serius,'' ujar Yadi.
IJTI juga memandang, semua media mainstream memiliki tanggung jawab sesuai dengan kode etik dan regulasi yang berlaku. Konten-konten berbahaya tidak layak untuk diberitakan atau disiarkan secara luas karena dampaknya akan membuat keresahan.
IJTI juga meminta kepada media mainstream untuk tidak ikut-ikutan menyebarkan berita ini karena bisa viral dan membuat publik penasaran dan membuka akses video ini. Apalagi, Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik menyatakan, wartawan tak menyiarkan berita yang sadis, yaitu berita yang mengarah pada perbuatan yang kejam dan tak mengenal belas kasihan dari seseorang, termasuk kepada dirinya sendiri.
''Hal yg sama juga tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS),'' jelasnya.