REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR melalui Komisi VI mendesak pemerintah untuk membatalkan segera PP nomor 72 tahun 2016 yang menjelaskan soal perpindahan aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana menegaskan, keputusan Komisi VI sudah bulat karena PP tersebut melanggar Undang-Undang (UU).
"Kita menolak dengan tegas. Di komisi VI, keputusan kami sudah bulat untuk menolak," kata dia dalam keterangan tulis, Jakarta. Azam menjelaskan, walaupun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala itu mengungkapkan pelepasan saham ada mekanismenya, namun Komisi VI melihat dalam PP 72 sangat tidak jelas.
Tidak ada klausul jelas yang menyebutkan mekanisme pelepasan saham secara terbuka. "Tidak ada penjelasan apa-apa di sana. Lebih bahaya lagi, jika PP tersebut tetap dijalankan, maka bisa digunakan macam-macam oleh pemerintah tanpa sepengetahuan DPR, baik pemerintah sekarang maupun yang mendatang," imbuhnya.
Padahal menurut UU nomot 17 2013 tentang Keuangan Negara, disebutkan bahwa kekayaan badan usaha milik negara adalah kekayaan negara. Walaupun sudah dipisahkan oleh BUMN tapi tidak melepaskan bahwa itu keuangan negara. "Jadi tetap dalam pengawasan DPR dan PP 72 itu menghilangkan kewenangan DPR," lanjut dia.
Jika nantinya pemerintah masih 'ngeyel' untuk melaksanakan PP ini, maka DPR berhak untuk melakukan kewenangan dan haknya sebagai wakil rakyat untuk bertindak. Ini disampaikan Azam sebagai bentuk catatan yang harus dicermati oleh pemerintah. "Karena Presiden itu, harus melaksanakan UU dengan selurus-lurusnya. Kalau melanggar ya kami punya hak untuk menindak," tutupnya.
Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) bernomor 72 Tahun 2016 ini merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005. PP 72 Tahun 2016 telah ditandatangani serta diundangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2016. Namun ada klausul pergeseran aset BUMN tidak perlu mendapat persetujuan atau restu DPR sehingga menyalahi UU Kekayaan Negara dan UU Perbendaharaan Negara.