Kamis 16 Mar 2017 19:14 WIB

Masjid Korban Terbanyak Pelanggaran Intoleransi Beragama di Indonesia

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Muhammad Hafil
Pembakaran masjid (ilustrasi)
Foto: Republika Online/Mardiah
Pembakaran masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA  -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis hasil laporan dan penelitian kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) 2016. Salah satu hasilnya menyebut, tempat ibadah umat Muslim yakni masjid dan mushala menjadi korban terbanyak pelanggaran KBB.

Ketua Komnas HAM, Imdadun Rahmat mengatakan, jumlah temuan masjid dan mushala yang menjadi korban pelanggaran KBB sebanyak 24 pada 2016.  Masalah ini dikarenakan belum terselesaikannya permasalahan pendirian beberapa masjid dan mushalla di Indonesia bagian Tengah dan Timur, seperti di Denpasar Bali, Bitung, dan Manado (Sulawesi Utara), serta Manokwari. 

Selain itu, terdapat pula permasalahan pembatasan dan pelarangan pembangunan masjid milik warga Muhammadiyah di Bireun Aceh dan beberapa pelarangan masjid Ahmadiyah di Jawa Barat. Korban terbanyak berikutnya yakni anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebanyak 22 pengaduan, meskipun sudah terdapat aturan SKB 3 Menteri/2008 tentang Ahmadiyah. 

Sementara itu, di posisi ketiga, korban terbanyak berikutnya yakni tempat ibadah umat Kristen yang dilaporkan mencapai 17 pengaduan. Kasus yang diadukan terkait pembatasan pendirian gereja yang mayoritas terjadi di Aceh, Jawa Barat, dan Jakarta. 

Dari penelitian yang dilakukan Komnas HAM, pihak-pihak yang diadukan sebagai pelaku pelanggar KBB oleh para korban yakni pemerintah daerah baik, provinsi, kabupaten, maupun kota, yang sebanyak 52 pengaduan.  

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan kementeriannya tidak dapat bertindak secara represif. Diperlukan berbagai pendekatan dan langkah-langkah yang persuasif serta penguatan di bidang regulasi untuk menyelesaikannya. 

Lukman menyampaikan, ada empat langkah yang dilakukan Kemenag untuk mengatasi berbagai masalah keagamaan yang muncul. Yang pertama, yakni mengedepankan pendekatan melalui dialog. 

Kedua, yakni melakukan sosialisasi regulasi. Ia menjelaskan, persoalan keagamaan yang muncul selama ini sebenarnya sudah memiliki jalan keluar dengan melihat regulasi yang sudah ada. Namun sayangnya, kata Lukman, pemahaman terkait regulasi yang ada sangatlah terbatas. 

Langkah ketiga, yakni penguatan regulasi. Lukman menyampaikan, kementeriannya saat ini tengah menyiapkan RUU tentang perlindungan umat beragama lantaran masih banyak regulasi yang belum mengatur terkait hal ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement