REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Setelah serangkaian konflik dan tarik ulur terkait keberadaan angkutan berbasis daring (online) di Kota Malang, hari ini (14/3) Wali Kota Malang Mochamad Anton menyampaikan hasil pertemuannya dengan pemerintah pusat. Anton menyampaikam angkutan umum roda dua berbasis online tetap dapat beroperasi di Kota Malang.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa memberikan larangan operasional ojek online karena belum adanya aturan mengenai angkutan umum roda dua. "Hasil pertemuan dengan Kementerian Perhubungan hanya menyebutkan pada revisi Permen Nomor 32 Tahun 2016 mengatur kendaraan umum roda empat," jelas Anton.
Sementara itu, khusus angkutan roda dua alias ojek berbasis daring pemerintah tidak memiliki landasan hukum untuk melarang atau menutup aplikasinya. Demi menjaga situasi agar tetap kondusif, Anton mengimbau kepada para pengemudi ojek online di Kota Malang mematuhi kesepakatan zonasi.
Kesepakatan zonasi tersebut melarang angkutan berbasis online beroperasi di wilayah-wilayah tertentu. "Pihak Kemenhub juga minta Pemda mengatur operasional wilayah ojek online sehingga tidak berbenturan dengan angkutan umum konvensional," imbuh Anton.
Pada 27 Februari lalu pengemudi angkutan konvensional dan berbasis online menandatangani kesepakatan zonasi. Dalam kesepakatan ini, angkutan berbasis aplikasi online tetap diperbolehkan beroperasi di Kota Malang dan sekitarnya. Namun, mobilitas dalam mengangkut dan menurunkan penumpang dibatasi di zona tertentu.
"Angkutan berbasis online dilarang beroperasi di mall, perhotelan, tempat hiburan, stasiun, terminal, rumah sakit, pasar, dan jalan yang dilalui angkutan kota," tegas Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang Kusnadi. Kesepakatan itu dicapai setelah pada hari ini seluruh perwakilan Pemkot Malang, Organda, dan Paguyuban Transportasi Online Malang (TOM) berembug untuk mencari jalan tengah.