REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Kornelis Kodi Mete mengatakan dokter spesialis daerah ini masih enggan bertugas di daerah tertinggal yang merupakan derah perbatasan dan kepulauan terluar. Begitu juga di daerah yang bermasalah kesehatan.
"Mereka selalu menolak jika akan ditempatkan di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK)," katanya, di Kupang, Kamis (9/3).
Mantan Bupati Sumba Barat Daya ini mengatakan, terkait pemerataaan pelayanan kesehatan melalui program kerja Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) 124 puskesmas di perbatasan, seharusnya para dokter spesialis siap ditugaskan dimana saja. Menurutnya, meskipun ada yang menolak, naun ada pula dokter spesialis itu yang menerima dan ikhlas melaksanakan tugas serta pengabdian di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) yang berbatasan dengan negara lain.
Menurut Kornelis, keengganan tenaga medis itu mengakibatkan dokter-dokter spesialis tertumpuk di perkotaan. Namun pihaknya terus berupaya untuk memenuhi pelayanan medis spesialis di pulau terluar, terpencil, dan terdepan tetap berjalan dengan menempatkan dokter spesialis.
Dia mengakui resistensi dokter spesialis yang bekerja di pulau terluar sangat rendah. Kalaupun ada dokter spesialis yang berkenan bekerja di daerah itu, jangka waktunya sangat singkat.
Akibatnya tenaga kesehatan masih menumpuk di perkotaan, karena kebijakan distribusi tenaga kesehatan masih mengunakan pendekatan satu kebijakan untuk semua daerah. "Padahal situasi di tempat terpencil sangat berbeda dengan daerah lainnya," ujarnya lagi.
Dia berharap pemerintah daerah harus ikut bersinergi dalam upaya peningkatan minat dokter spesialis agar bersedia ditempatkan di daerah-daerah terpencil. "Harus memperhatikan ketersediaan logistik, sarana dan prasarana kesehatan," ujar dia pula.
Ia mengakui bahwa stadar ideal pelayanan para medis terutama dokter umum maupun spesialis bagi masyarakat setempat masih jauh dari harapan. "Idealnya harus ada 40 dokter umum, 11 dokter gigi, dan sembilan dokter spesialis per 100 ribu penduduk," katanya.
Sedangkan untuk perawat dan bidan, 117 perawat dan 75 bidan per 100 ribu penduduk, namun kuota itu belum dipenuhi di NTT karena berbagai keterbatasan.
"Apa yang diutarakan memang sangat ideal, namun NTT masih jauh dari harapan, sehingga hingga saat ini NTT terus berjuang dan berharap Jakarta dapat membantu paling kurang mencukupkan dan membantu mengatasi kekurangan itu," katanya pula.
Secara nasional, katanya, data Kemenkes menyebutkan hingga akhir 2015 dari 9.510 puskesmas, 14,7 persen di antaranya tidak memiliki dokter, dan 16,76 persen tidak memiliki tenaga kesehatan seperti bidan atau perawat. Berdasarkan pemetaan, daerah yang kekurangan dokter dan tenaga kesehatan sebagian besar di Indonesia bagian Timur.