REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra, Abdul Ghoni mengatakan panitia khusus (pansus) terkait perubahan desain rute Mass Rapid Transit (MRT) belum terbentuk. Pihaknya sedang menunggu Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi untuk membuat satu undangan atau pemberitahuan untuk fraksi-fraksi yang akan menjadi Pansus sesuai dengan bidangnya.
Abdul mengatakan kemungkinan akan ada rapat lanjutan dengan PT MRT Jakarta, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada pekan ini. Abdul juga akan memanggil PT Kereta Api Indonesia untuk meminta keterangan soal lahan yang tidak bisa dijadikan depo Bundaran HI-Kampung Bandan.
"Perjanjiannya itu kok sekarang jadi dipindah kesana sedangkan kalau disana jadinya estetikanya jadi kurang bagus karena banyak rumah mewah. Saya rasa itu tidak etis kalau dipindahkan kesana. Dipindahkan kesana itu kan harus ada alasan dari perusahaan kereta api, terus ada surat pemberitahuan. Kita juga akan panggil juga PT KAInya supaya menjelaskan," kata Abdul Ghoni saat dihubungi Republika.co.id Rabu (8/3).
Abdul kemudian mengatakan pansus tersebut dibentuk agar DPRD dapat mengambil keputusan yang baik. Sebab, perubahan desain rute fase kedua MRT juga mempengaruhi pendanaan proyek. Selain itu, politikus Partai Gerindra berpendapat agar proyek fase kedua ini ditunda. Lebih baik, Abdul mengatakan, memperbaiki MRT fase pertama yaitu rute Lebak Bulus-Kota.
"Harus dikejar itu karena sekarang juga merugikan masyarakat sekarang ini, yang ada di lingkungan terutama Jalan Fatmawati Raya. Pokoknya dari Lebak Bulus-Kota sekarang ini kan terutama sudirman yang sekarang jalannya kacau balau. Kalau memang itu bawahnya sudah selesai ya sudah diperbaiki saja jalan-jalannya, maksud saya begitu," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati mengatakan DPRD DKI Jakarta ingin memperjelas mengapa desain rute MRT fase dua Bundaran HI-Kampung Bandan berubah rute menjadi Bundaran HI-Ancol Timur.
"Mereka sepertinya kesannya ingin diperjelas, kenapa dari Kampung Bandan ke Ancol Timur, bagaimana milestonenya. Datanya lebih jelas, trek-treknya yang ada seperti apa," kata Tuty di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (7/3).
Tuty juga setuju apabila DPRD ingin Pemprov DKI Jakarta meminta untuk memperjelas data terkait perubahan desain rute MRT fase kedua ini. Ia menuturkan alasan memilih lokasi di Ancol Timur karena lahan seluas enam hektar untuk pembangunan depo hanya ada di sana, serta lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) sudah dikerjasamakan oleh tiga pihak, yaitu PT Duta Anggada Realty, PT. Pentasena Bina Wisesa dan PT. Mustika Lodan.
Sisi lain, Tuty juga mengungkapkan mengapa awalnya depo Bundaran HI-Kampun Bandan akan dibangun di atas lahan PT KAI. Sebab pada awalnya ada kajian Special Assitance Project Fornulation (Saprof) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 2005-2007.
"Hasil dari Saprof itu merekomendasikan deponya ada di Kampung Bandan untuk fase dua (Bundaran) HI-Kampung Bandan," ucapnya.
Namun pada kenyataannya pada 2016, Pemprov DKI Jakarta berkorespondensi menanyakan kesiapan Kampung Bandan, Kemenhub menjawab agar Pemprov DKI Jakarta berkoordinasi dengan PT KAI.
"Terus kita koordinasi dengan PT KAI, PT KAI menjawab bahwa Kampung Bandan itu sekarang posisinya sedang dikerjasamakan dangan tiga pihak. PT. Duta Anggada Realty, PT. Pentasena Bina Wisesa, dan PT. Mustika Lodan. Artinya kesiapan Kampung Bandan selaku depo tidak dimungkinkan sekarang. PT KAI kan diberikan konsesi oleh Kemenhub juga. Kami di Jakarta prinsipnya menerima hasil kajian Kemenhub, dalam perjalanan terjadi perubahan lingkungan strategis," katanya.