Sabtu 04 Mar 2017 01:17 WIB

Thank You Berat yang Mulia King Salman

Red: Ilham
Raja Salman saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (1/3).
Foto:

Its all about business!

Persaingan global. Persaingan para globalis. Its all about business, not relegion, kata analis. Itu semata Das Kapital (kaum modal), kata Karl Marx. Itu yang ketiga. 

Raja Salman sedang memasarkan IPO (Initial Public Offering - pelepasan saham perdana) Aramco di Indonesia, Malaysia, Jepang, dan RRC. 

Aramco adalah partner Pertamina. Ke situ alamat investasi 25 USD tadi. Sisanya untuk proyek Sauresia, akronim Saudi - Indonesia, ada 15 proyek. Nah yang 15 proyek ini bisa disebut dana solidaritas Islam.

Lainnya bisnis. Infonya, Saudi menunjuk Moelis & Co untuk penasihat investasi IPO Aramco. Penunjukan Moelis mengisahkan Raja Salman sedang berbisnis di mana Moelis adalah proxy RRC, walau RRC bukan sekutu Barat. Moelis adalah perusahaan milik konglomerat Yahudi Kenneth Moelis yang bermarkas di Beijing untuk Asia.

Dari Indonesia, Raja Salman ke Jepang, lalu ke Beijing, bertemu Presiden RRC Xi Jinping, untuk memasarkan IPO Aramco yang diproyeksi mendulang duit 2 triliun USD. Dahsyat.

Dulu, Aramco bernama Socal (Standard Oil Company of California) Amerika Serikat. Socal beroleh konsesi minyak Timteng tahun 1930. Ketika Perang Dunia II, Presiden Roosevelt menasionalisasi Socal, tapi digagalkan oleh Kongress AS. Lalu Socal lebur dengan Texaco menjadi Caltex (California Texas). Selanjutnya, bergabung Standard Oil of New Jersey (Exxon) dan Standard Oil of New York (Mobil). 

Aliansi itu yang disebut Arab America Corporation (Aramco), ialah perusahaan minyak terbesar dunia kini. Aramco bermitra dengan BUMN Saudi, yaitu Saudi Aramco.

Berbagai sumber menyebutkan IPO Aramco adalah restrukturisasi dan diversifikasi untuk menghindari kebangkrutan akibat anjlognya harga minyak bumi. Aramco mau banting setir ke mana dengan 2 triliun USD tadi?

Analis mengemukakan, pertama mendukung mitra strategis peningkatan kinerja Aramco. Yaitu kerja sama dengan pembeli terbesar (main buyer): Jepang, Cina, Indonesia, dan AS. Ikatan jangka panjang dengan main buyer menjaga stabilitas nilai saham Aramco di pasar modal.

Kedua, mengarahkan jaringan investasi financial untuk menjaga likuiditas Aramco dalam melakukan leverage, sehingga pertumbuhan Aramco terjamin dalam rangka mencipta deviden untuk menambal defisit APBN Saudi. 

Aliansi dengan Jepang dan AS tidak bermasalah, karena satu proxy Barat. Tapi dengan Cina dan Indonesia niscaya bermasalah. Sebabnya, Cina sudah terikat aliansi dengan Iran dan Rusia (proxy Timur), sehingga menurut para analis, sulit dicapai aliansi permanen. Demikian pula dengan Indonesia, karena Indonesia sudah bekerja sama dengan Iran dan Rusia dalam proyek refinery dan trading

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement