Sabtu 04 Mar 2017 01:17 WIB

Thank You Berat yang Mulia King Salman

Red: Ilham
Raja Salman saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (1/3).
Foto: AP /Achmad Ibrahim, Pool
Raja Salman saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR-RI),

Catatan internasional menunjukkan bahwa Arab Saudi sedang bangkrut. Itu bukan saja karena harga minyak mentah yang terus menerus anjlok, juga karena Saudi harus membiayai perang melawan proxy sosiasosialis dkk.

Terakhir beritanya, Saudi mengajukan pinjaman ke pasar internasional 87 miliar USD. Kurang jelas, apakah utang itu diajukan pemerintah atau swasta Saudi. Sebab, Amerika Serikat masih berutang 1.500 miliar kepada Saudi. 

Sekonyong-konyong Raja Salman datang ke Asia Tenggara membawa 153 miliar untuk dibagi-bagi. Luar biasa. Di Malaysia, Raja Salman menegaskan, ia berada di belakang Islam. Dari situ harus dibaca muhibah (cinta kasih) Raja Salman. Karenanya, saya salut.

Demi Islam, dalam keadaan bangkrut, Raja Salman masih mengalokasikan 25 miliar USD untuk Indonesia. Padahal, utang ke pasar internasional cuma 87 miliar USD pakai rate. 

Banyak yang mengklaim adalah jasa mereka maka Raja Salman hadir ke Indonesia. Saya lihat di televisi berlomba antara utusan khusus Presiden Jokowi dengan Dubes RI untuk Saudi. Entah mana yang benar.

Tapi saya yakin ada 20 % andil mereka soal Indonesia. Sisanya 80 % andil Bela Islam. Reason-nya, credential diajukan tiga kali. Tak ada jawaban. Jawaban Raja Salman muncul 5 Januari 2017 dengan nota reciprocal caution. Itu tiga hari setelah Bela Islam II, 212. Pesan langsung diterima pula oleh Wakil Ketua DPR-RI, Fahri Hamzah yang kemudian menyampaikan ke publik.

Blessing in disguise dari blasphemy Al Maidah 51. Thank berat Bro Ahok. Agaknya Raja Salman kaget melihat jutaan Muslim mendemo Ahok di 411 dan 212. Yaitu, Raja Salman adalah penghafal Alquran, hafal Quran waktu berusia 10 tahun. Padahal di seluruh dunia, di negara modern, hanya di Indonesia jutaan orang berdemo semata blasphemy Alquran. Karena latar belakangnya seperti itu, menurut saya, Alquran yang menggerakkan Raja Salman ke Indonesia. Bagi penghafal Alquran, reason ini diterima, termasuk saya (karena pernah menjuarai musabaqoh tilawatil Qur-an waktu remaja).

Kesimpulannya, reciprocal itu lebih untuk apresiasi Bela Islam. Bukan an sich menjawab kunjungan Presiden Jokowi yang seharusnya legal formal. 

Mengapa demikian? Sebab lain, agenda kerja sama yang di-publish kini, absurditas, tidak make sense. Misalnya pemberantasan terorisme. 

Dalam dua tahun terakhir, dua kali Saudi meminta Indonesia ikut dalam koalisi melawan terorisme yang digagas dan dipimpin Raja Salman. Keduanya ditolak mentah-mentah. Bagi Indonesia, alasan Indonesia tidak ikut karena tak ingin terlibat konflik internasional, termasuk apa yang disebut terorisme, adalah reasonable.

Sebaliknya respon penolakan itu bagi Saudi. Itu satu.

Kedua, berlarutnya kasus blasphemy Al Maidah, telah berubah menjadi paradoks politik, di mana Islam berubah menjadi kekuatan nasionalis kanan berhadapan dengan nasionalis kiri, lalu go internasional. Saudi mau tak mau harus ikut ketika frasa Arab diserang oleh pidato kontroversial Megawati selaku ruling party (partai berkuasa).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement