REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa delapan saksi dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Wali Kota Madiun nonaktif, Bambang Irianto, sebagai tersangka. Delapan saksi yang diperiksa pada Kamis (2/3) itu dari berbagai kalangan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan pemeriksaan terhadap delapan saksi tersebut salah satunya untuk menggali bagaimana proses penempatan atau pengalihan dari uang yang diduga hasil korupsi hingga menjadi sejumlah aset.
"Kita akan membuktikan proses penempatan aset-aset tersebut, yang uangnya diduga berasal dari tindak pidana korupsi," ujar dia di kantor KPK, Jakarta, Kamis (2/3).
Tidak hanya itu, lanjut Febri, KPK juga bermaksud untuk mengklarifikasi kepada saksi soal kekayaan Bambang yang berasal dari uang haram korupsi. Sebab, penyidik sebelumnya telah menemukan adanya indikasi aliran dana atau penerimaan gratifikasi dari sejumlah perusahaan dan juga sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Itu kita pandang sebagai salah satu asal-usul dari kekayaan (Bambang). Kemudian itu kita klarifikasi lebih lanjut kepada saksi-saksi," ungkap dia.
Untuk itu, KPK perlu mencari informasi secara mendalam dari asosiasi pengusaha sebagai pihak swasta, pimpinan SKPD, sejumlah anggota DPRD Kota Madiun, dan pihak-pihak lain. "Termasuk sejumlah anggota DPRD Madiun yang pernah kita periksa terkait indikasi aliran dana dari BI (Bambang) kepada sejumlah anggota DPRD," tutur dia.
Dalam kasus TPPU dengan tersangka Bambang ini, Febri memaparkan, terdapat dua arus uang. Pertama, arus uang yang digunakan untuk membeli atau mendapatkan berbagai aset. Misalnya berupa tanah, bangunan, dan kendaraan. Aliran dana ini diduga berasal dari dinas pemerintahan setempat dan asosiasi atau pihak swasta serta pihak lain.
Kedua, yakni arus uang dari Bambang kepada pihak lain. "Arus uang kedua adalah indikasi aliran dana pada pihak lain, yang sebagian sudah dikembalikan kepada KPK, yaitu dari sejumlah anggota DPRD," kata dia.
KPK sebelumnya menetapkan Wali Kota Madiun Bambang Irianto sebagai tersangka atas kasus indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan Pasar Besar Kota Madiun pada 2009 sampai 2012.
Tersangka Bambang diduga melakukan sejumlah perbuatan mulai dari menempatkan, mentransferkan, atau perbuatan lain terhadap harta kekayaannya yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi dengan tujuan menyamarkan asal-usul kekayaan tersebut.
Pasal yang disangkakan kepada Bambang adalah pasal 3 dan/atau pasal 4 UU 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
KPK pun telah menyita tujuh harta yang diduga merupakan hasil perbuatan korupsi Bambang. Di antara sitaannya yaitu berupa satu unit ruko di Sun City Festival Madiun Blok C-22. Kemudian adalah tanah di Jalan Sikatan Nomor 6 Kelurahan Nambangan, Lor, Mangurharjo, Madiun, dengan luas 4.000 meter persegi.
Bambang sebelumnya juga telah diproses untuk perkara lainnya. Pertama adalah perkara indikasi tindak pidana korupsi dalam proyek pemborongan atau pengadaan atau menerima hadiah atau janji terkait pembangunan Pasar Besar Madiun Tahun 2009-2012.
Di kasus ini, Bambang disangkakan melanggar pasal 12 huruf I atau pasal 12 B atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada perkara kedua, Bambang dikenakan pasal 12 B UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.