Rabu 01 Mar 2017 09:02 WIB

Shamsi Ali Ingatkan Konsekuensi Kunjungan Raja Salman

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
 Imam Besar Masjid Newyork USA/ Dir Nusantara Foundation Shamsi Ali
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Imam Besar Masjid Newyork USA/ Dir Nusantara Foundation Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali mengatakan ada beberapa kemungkinan konsekuensi negatif dari penyambutan berlebihan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud. Pertama, Raja Salman adalah seorang raja dari sebuah negara yang secara sistem tidak menggambarkan semangat ajaran Islam dalam pengelolaan negara atau publik.

Dia menyebut secara sederhana sistem kerajaan, kekuasaan keluarga, dengan keberpihakan kepada keluarga kerajaan yang sangat besar, menjadikan keadilan sosial tereliminasi ke titik nadir yang mengecewakan. "Harusnya Indonesia mendapat kehormatan di dunia Islam karena mampu mengawinkan antara Islam dan demokrasi. Sesuatu yang langka tentunya di bagian dunia Islam lainnya," kata dia, Selasa (28/2).

Kedua, Shamsi senang bahwa akidah Islam yang ahlusunnah terjaga baik di Arab Saudi. Namun dia mempertanyakan benarkah bahwa atas nama menjaga akidah ahlusunnah lalu kelompok-kelompok yang tidak sejalan dieliminasi? Menurut Shamsi, jelas hal ini bertentangan dengan semangat kepemimpinan Rasulullah SAW yang mengayomi minoritas yang tidak sejalan dengan beliau. "Saya tidak sama sekali membela syiah. Tapi serangan Saudi ke Yaman itu sangat tidak proporsional dan banyak mengorbankan jiwa-jiwa yang tidak berdosa," kata dia.

Ketiga, dia khawatir justru penyambutan berlebihan terhadap Raja Salman melebihi pemimpin lain bahkan pemimpin Muslim lainnya, akan semakin membangun stigma bahwa Muslim Indonesia inferior kepada Muslim Arab. "Saya tentu tidak mendukung mereka yang anti-arab. Sebab betapa banyaknya saudara-saudara Arab kita yang luar biasa dalam iman dan Islam. Yang saya ingatkan adalah jangan sampai ini menambah stigma negatif yang selama ini berkembang," ujarnya.

Keempat, kata Shamsi, agar tidak lupa bahwa perlakuan kepada para pekerja Indonesia, khususnya tenaga kerja wanita (TKW) di Saudi masih jauh dari norma-norma hukum internasional. Saudi masih belum mau menandatangani konvensi internasional yang menyangkut pekerja domestik yang secara hukum internasional dijamin. Hal ini harusnya masuk dalam agenda pembahasan karena menyangkut kemanusiaan dan harkat bangsa.

Kelima, Shamsi melihat banyak yang gembira dengan kunjungan tesebut. Ini karena Raja Salman dan rombongannya disebut-sebut akan menanam saham besar di Indonesia. Bahkan akan mencapai 25 miliar dolar AS. Kalaupun itu jadi dan tanpa riba sekalipun, Shamsi meminta pemerintah tetap berhati-hati dengan konsekuensi psikologis. Menurut dia, kebesaran sebuah bangsa tidak hanya pada kemajuan ekonominya, tapi yang terpenting adalah kemampuan membangun independensi dan kehormatannya.

Adapun anggapan bahwa dengan rencana investasi besar Saudi di Indonesia maka akan menghalangi atau minimal mengurangi pengaruh Cina di Indonesia, Shamsi berpendapat hal itu bisa benar tapi juga bisa salah. "Pada akhirnya saya hanya ingin mengingatkan bahwa ketergantungan luar adalah penyakit kolektif bangsa yang kronis. Seolah bangsa ini terlalu kecil, kerdil dan tidak mampu berbuat apa-apa tanpa kekuatan luar. Dan bagi saya, ini adalah mental 'terjajah' yang akan menjadikan bangsa ini terjajah di negara sendiri oleh bangsa-bangsa lainnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement