REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah Kota Malang didorong untuk menyediakan transportasi publik yang lebih nyaman. Dengan demikian masyarakat mau memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi sehingga dapat mengurangi kemacetan.
Pengamat transportasi dari Universitas Brawijaya Ludfi Djakfar mengatakan, selama ini transportasi umum di Kota Malang masih dijalankan oleh pihak swasta. Transportasi publik menurutnya menyiratkan arti bahwa pemerintahlah yang harus menyediakan angkutan bagi masyarakat.
"Publik itu 'kan artinya milik negeri jadi pemerintah yang menyediakan," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/2).
Dalam pandangan Ludfi, angkot-angkot milik swasta yang beroperasi di Kota Malang juga sudah saatnya di-upgrade karena mayoritas sudah berusia tua. Pemkot sebaiknya mulai berfikir menyediakan transportasi umum dan mengupah sopir dengan sistem gaji. Sehingga, pelayanan transportasi lebih maksimal dan tidak berorientasi pada setoran sebagaimana terjadi selama ini.
"Di Jakarta ada Transjakarta yang bisa dijadikan contoh," imbuh Ludfi.
Malang adalah kota termacet kelima di Asia versi penelitian yang dilakukan INRIX pada 2016. Dalam pemeringkatan kota-kota termacet di Asia, Bangkok menduduki peringkat pertama. Sedangkan posisi kedua dan ketiga ditempati oleh Jakarta dan Bandung.
INRIX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia data dan piranti lunak sektor transportasi asal AS. Dalam situsnya, Kota Malang bertengger pada posisi keempat kota besar di Asia dengan waktu paling lama terbuang karena kemacetan. Data yang diunggah di laman www.inrix.com/scorecard/ mencantumkan waktu yang terbuang akibat kemacetan mencapai 39,3 jam.
Saat dimintai tanggapan, Wali Kota Malang Mochamad Anton mengatakan pemerintah baru saja memediasi angkutan umum konvensional dan angkutan berbasis aplikasi di Malang.
"Jika data itu benar, mediasi ini momentum yang baik untuk memperbaiki pelayanan angkutan umum," katanya.