REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Watch for Democracy (IWD) mendaulat tiga lembaga survei yang paling akurat dalam memprediksi hasil Pilkada DKI Jakarta 2017. Ketiga lembaga yang hasil surveinya dinilai paling akurat prediksinya itu adalah Indikator Politik Indonesia, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dan Poltracking.
“Akurasi ketiga lembaga survei tersebut pada peringkat tertinggi, yaitu 3,50 untuk Indikator, 4,66 (SMRC), dan 5,84 (Poltracking),” ungkap Direktur Eksekutif IWD Endang Tirtana, dalam diskusi di Jakarta, Senin (27/2).
Menurut Endang, angka tersebut didapat dari selisih hasil survei dengan real count KPU, di rata-rata selisih tertinggi dan terkecil.
Dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif InTrans Saiful Haq menilai, seharusnya dipisahkan antara fungsi survei sebagai kegiatan penelitian ilmiah dengan konsultan politik. “Survei seharusnya merasionalisasi politik, meredam konflik elektoral, sayangnya survei lebih banyak digunakan untuk melegitimasi keinginan politisi,” ungkap Saiful.
Saiful mengungkapkan, untuk berkontribusi bagi pilkada yang lebih baik merupakan tantangan bersama. “Pilkada DKI ini barometer nasional, situasi di Aceh bahkan lebih baik dari yang dibayangkan sebelumnya,” tutur Saiful.
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo meminta pengertian survei dikembalikan sebagai prediksi. “Hasil survei selalu bersifat sementara dan dinamis,” kata Agus. Menurut dia, bahkan di tingkat global pun lembaga-lembaga survei ternama di Amerika gagal memprediksi kemenangan Donald Trump. “Ada kecenderungan responden juga merasa lelah,” cetus Agus.
Peneliti politik LIPI Irine Gayatri mengingatkan agar lembaga survei tidak apolitis. “Dalam kasus Pilkada DKI, sekarang tersisa antara petahana dan penantang, lembaga survei bisa membantu kandidat menjawab persoalan seperti fasilitas publik,” ungkap Irine.
Menurut dia, lembaga survei juga bisa memetakan kesiapan teknis KPU sebagai penyelenggara pemilu serta kecenderungan kampanye negatif. Irine menambahkan, tabulasi kualitatif serta demografi pemilih, mencakup jenis kelamin, agama, dan ekonomi bisa dibaca melalui survei. Pihaknya berharap lembaga survei membantu memunculkan pemilih rasional.
Dari diskusi IWD tercatat ada tiga isu yang berkembang, yaitu transparansi dan akuntabilitas lembaga survei dalam hal pendanaan, tentang metodologi riset, dan etika lembaga survei ketika terlibat sebagai tim pemenangan. “IWD didirikan untuk melindungi kepentingan publik dari efek destruktif data hoax yang dilancarkan lembaga-lembaga survei,” tutur Endang. IWD diinisiasi para pegiat demokrasi di Jakarta. Selain Endang, ada nama-nama seperti Sudiarto, David Krisna Alka, dan Ardherisa Marliza.