REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dan Badan Pengawas Pemilu DKI harus melakukan evaluasi total penyelenggaraan Pilgub DKI. Penyelenggara mulai dari tingkat KPPS, PPS, PPK, termasuk pengawasnya dievaluasi sehingga saat pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI pada 19 April sudah semakin baik.
"Kelemahan-kelemahan itu bisa diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali karena DKI ini kan barometer dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia sekaligus barometer apalah kita dewasa di dalam proses pesta demokrasi," kata Djarot di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (27/2).
Apabila ada pelanggaran-pelanggaran di lapangan terhadap penyelenggara yang melanggar harus segera ditindak, diproses dan diganti. Sebab, Djarot mengaku mendengar mendapat informasi ada intimidasi dan ketisaksamaan di dalam perlakuan, terutama pada saat waktu pencoblosan suara.
"Itu kan ada yang satu langsung ditutup padahal sudah nunggu lama harusnya kan tidak kalau dia sudah masuk jam 13.00 tentunya dia bisa dong untuk memilih, ya kan jam 13.15 ini persoalannya adalah penghilangan dasar warga yang mana hak dasar itu diatur oleh konstitusi," katanya.
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengatakan, setelah melakukan evaluasi secara internal, KPU DKI sudah mencatat beberapa hal. Pertama terkait dengan SDM. KPU DKI memandang bahwa persoalan SDM merupakan persoalan yang sangat serius. "Secara umum ini kan jumlah KPPS di DKI ini besar sekali, jumlahnya 117.196. Bisa dibayangkan jumlah ratusan ribu seperti itu," katanya.
Secara umum, kata dia, KPPS sudah bekerja amat sangat keras dan KPUD sudah mengetahui pelaksanaan pilkada berjalan tertib, lancar, dan damai. Sumarno mengakui memang ada sejumlah kasus yang terjadi di beberapa TPS. "Tapi kita juga harus objektif, kasus-kasus itu jangan kemudian menegasikan bahwa Pilkada DKI secara umum berjalan. Tapi, kita tetap memandang ini persoalan sangat serius. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi," katanya.
Menurut Sumarno, bagi KPPS yang terbukti melakukan pelanggaran prosedur yang menyebabkan hak konstitusional warga hilang, maka akan segera diganti. Begitu pun dengan KPPS yang kemudian tidak netral. "Bagi KPPS yang tidak profesional terhadap aturan yang sudah jelas, itu juga akan dievaluasi. Oleh karena itu, ini menjadi perhatian serius," katanya.
Kedua, terkait dengan daftar pemilih. Daftar pemilih sudah menjadi isu yang juga cukup sentral. Meskipun petugas-petugas KPUD sudah melakukan pemutakhiran data pemilih sangat maksimal, tetapi memang masih ada warga yang pada saat dilakukan pendataan tidak kooperatif.
"Ini harus saya sampaikan. Di sejumlah kawasan-kawasan tertentu, di apartemen, di permukiman eksklusif, tidak bisa diakses. Petugas kami dianggap sales yang hendak minta sumbangan tujuh belasan, bahkan ada yang digigit anjing penjaganya, itu harus saya sampaikan. Ada yang diperlakuan secara tidak manusiawi, padahal mereka mau mendata. Akibatnya apa? Mereka tidak terdata di dalam daftar pemilih tetap. Giliran pemungutan suara, mereka membludak," katanya.
Memang, kata Sumarno, sudah menjadi hak warga DKI memberikan hak suaranya, tetapi resikonya kalau tidak terdata dalam daftar pemilih resikonya bisa kehabisan surat suara dan itu terjadi. Karena surat suara disediakan di TPS itu sejumlah daftar pemilih tetap. "Ada orang yang tidak paham mengatakan 'KPU kan bisa mengantisipasi lebihin yang banyak dong', enggak bisa, itu bertentangan dengan undang-undang," ujarnya.
Sebab, kata dia, bila dilebihkan yang banyak, berpotensi disalahgunakan. Oleh karena itu, jumlah suara persis jumlah DPT dan cadangan 2,5 persen. "Cadangan 2,5 persen jangan disalahpahami untuk mereka yang tidak terdaftar, tidak. 2,5 persen itu untuk jaga-jaga kalau ada surat suara rusak atau ada pemilih yang keliru mencoblos," jelasnya.
KPUD harus pastikan bahwa pemilih harus terdaftar bila ingin difasilitasi surat suara. Sehingga, di putaran kedua KPU DKI akan melakukan pemutakhiran data pemilih secara komprehensif maupun juga terbatas. Mereka yang masuk DPT putaran pertama menjadi dasar penetapan DPT putaran kedua, ditambah pemilih yang kemarin tidak menjadi DPT kategori DPTb.
Pemilih pemula yang pada hari H pemungutan suara berusia 17 tahun juga dimasukkan ditambah pemilih yang tidak terdaftar dan tidak datang juga ke TPS. "Ini tidak terdeteksi tapi mereka warga DKI. Kita akan buka posko-posko pendaftaran di kelurahan-kelurahan plus kita akan buka hotline service," kata Sumarno.
KPU DKI juga akan membentuk helpdesk daftar pemilih yang melibatkan KPU, pengawas pemilu, dinas kependudukan, dan bahkan kami juga akan mengundang tim kampanye pasangan calon untuk dapat masuk ke helpdesk. "Jadi pemutakhiran pemilih sangat komprehensif untuk membenahi karut marut data pemilih di putaran pertama," ujar Sumarno.