REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut terdapat 136 kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi daerah rawan bencana. "136 kabupaten/kota yang ditetapkan. Bukan berarti selain 136 daerah itu tak menjadi perhatian kami," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei di Graha BNPB Jakarta, Rabu (22/2).
Willem menyebut, ancaman bencana banjir dilihat dari lokasinya, ada pada 315 daerah. Jumlah tersebut ditempati oleh 63,7 juta jiwa. Sementara ancaman bencana longsor terdapat di 73 kabupaten/kota mulai dari, level tinggi sampai rendah.
Meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana disebabkan sejumlah hal. Seperti, laju degradasi yang lebih cepat dari pemulihannya. Misalnya, ia mencontohkan, terjadi laju kerusakan hutan 750 ribu ha per tahun, tetapi pemerintah hanya bisa merehabilitasi 250 ribu ha per tahun. "Dengan melihat ini, maka pemulihan lingkungan jadi prioritas pemerintah dalam memulihkan bencana," jelasnya.
Willem menyebut, setidaknya terdapat 24,3 juta hektare lahan kritis. Hal itu disebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk pertanian, industri, dan pemukiman. Sayangnya, ia berujar, peningkatan kebutuhan lahan itu tidak diimbangi tata ruang berbasis bencana.
Selain itu, potensi bencana juga dipengaruhi perilaku masyarakat yang belum memperhatikan linkungan. Ia mencontohkan, masih banyak masyarakat yang melakukan tebang liar, gali sungai atau menjadikan sungai sebagai tempat sampah.
Willem mengakui, selama ini mitigasi bencana yang dilakukan, baik struktural dan nonstruktural, belum memadahi. Sehingga perlu ditingkatkan. Ia menjabarkan, ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi bencana. Pertama, menjauhkan bencana dari masyarakat. Salah satu bentuknya, yakni normalisasi sungai, membangun embung dan lain-lain. Program tersebut dilakukan oleh Kementerian PUPR.
Kedua, yakni menjauhkan masyarakat dari bencana. Bentuknya, yakni merelokasi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Ketiga, yakni hidup harmonis dengan bencana. Salah satu yang telah menerapkan model ini, yakni Kabupaten Bojonegoro yang memanfaatkan banjir untuk kegiatan wisata. "Masyarakat sudah tahu bagainana respon bila terjadi bencana. Atau mengkombinasikan ketiga hal itu," jelasnya.