Rabu 22 Feb 2017 15:24 WIB

Mendagri: Saya tidak Membela Ahok

Tjahjo Kumolo
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tjahjo Kumolo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, kebijakannya mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta bukan dalam kapasitas membela yang bersangkutan namun menjalankan perintah konstitusi.

"Saya tidak membela Ahok, namun membela presiden dan saya bertanggung jawab sehingga kalau pun salah siap diberhentikan. Saya membela presiden dan kebetulan kasus ini menyangkut Ahok," kata Tjahjo dalam Rapat Kerja Komisi II DPR, Jakarta, Rabu (22/2).

Dia menjelaskan, kalau status hukum bupati/wali kota ada diskresi Mendagri, namun terkait gubernur ada Keputusan Presiden. Tjahjo mengatakan, dirinya harus adil karena ada kasus gubernur yang menjadi terdakwa namun dituntut jaksa di bawah lima tahun, yaitu delapan bulan, sehingga bisa mencalonkan kembali.

"Lalu ada seorang bupati tertangkap tangan kasus narkoba, diskresi saya untuk diberhentikan," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam kasus Ahok tersebut, dakwaan yang diajukan jaksa adalah alternatif, ada yang ancaman hukumannya empat tahun dan lima tahun. Menurut dia, kalau dirinya memberhentikan Ahok, namun dalam proses pengadilannya jaksa menuntut empat tahun maka dirinya yang salah.

"Kami bawa ke MA lalu dibalas tanggal 16 Februari, dalam pertemuan kami diskusi, bapak harus balas karena interpretasinya beda. Walapun semua benar, saya juga mempertanggungjawabkan ke presiden, sudah benar ini," katanya.

Tjahjo mengatakan, dirinya konstiten dengan keputusannya untuk menunggu tahapan di pengadilan. Dia menegaskan dirinya sebagai pembantu presiden tidak mungkin menjerumuskan presiden dengan keputusan yang salah. Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto dalam raker tersebut menyesalkan sikap Mendagri beberapa waktu lalu siap mundur kalau ternyata salah dalam mengambil kebijakan pengaktifan kembali Ahok. Menurut dia, sikap Mendagri itu terkesan 'pasang badan' untuk Ahok, sehingga pernyataan itu seharusnya tidak dilontarkan.

"Saya ingin tahu bagaimana menurut Mendagri ketika seorang terdakwa mengambil kebijakan di pemerintahan, legitimasinya di mana," kata Yandri.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement