Rabu 22 Feb 2017 12:40 WIB

Pemerintahan Ahok Dinilai Gagal Pahami Tipe Banjir di Jakarta

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Nur Aini
Banjir di Kampung Bayur, Jakarta Timur
Foto: ROL/Fakhtar K Lubis
Banjir di Kampung Bayur, Jakarta Timur

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota, Nirwono Yoga, mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta gagal memahami beberapa tipe banjir di Jakarta. Hal itu dikatakan Nirwono menanggapi banjir yang terjadi hampir seluruh Jakarta, Selasa (21/2).

Nirwono menyebut terdapat empat tipe banjir Jakarta antara lain banjir lokal yang disebabkan daerah resapan berkurang dan saluran air tidak berfungsi dengan baik. Kemudian, kenaikan permukaan air laut di Pantai Utara (Pantura) akibat pasang menyebabkan rob dan genangan.

Selanjutnya, banjir Jakarta juga bisa disebabkan oleh banjir kiriman akibat meluapnya air sungai di daerah selatan atau puncak karena hujan deras. Terakhir banjir besar yang melumpuhkan Jakarta pada 1996, 2002, 2007, 2012, dan 2014 karena tiga tipe banjir terjadi secara bersamaan yaitu hujan lokal, rob, dan banjir kiriman.

“Tipe yang berbeda-berbeda jelas membutuhkan penanganan banjir yang berbeda pula. Ini yang gagal dipahami pemprov DKI, gubernur, dan Kadis Sumber Daya Alama (SDA),” ujar Nirwono kepada Republika.co.id, Rabu (22/2).

Menurut Nirwono, Pemprov DKI harus segera melakukan rehabilitasi seluruh saluran air dengan baik. Saluran air tersebut harus dipastikan bebas dari sampah dan lumpur. Termasuk memperbesar diameter saluran air dan memastikan jalur utilitas tertata dengan baik.

Di samping itu, naturalisasi seluruh sungai dan anak sungai perlu dilakukan bukan justru betonisasi. Pemprov harus menata dengan konstruksi ramah lingkungan seperti yang dilakukan oleh banyak kota di dunia. Nirwono juga mendesak adanya revitalisasi 44 waduk serta mempercepat rencana penambahan 20 waduk baru. Revitalisasi juga perlu dilakukan terhadap 14 situ di Jakarta dan segera menuntaskan taman waduk pluit serta taman waduk Ria-rio.

Nirwono menambahkan, penambahan ruang terbuka hijau (RTH) berupa taman kota, hutan kota, dan jalur hijau sebagai daerah resapan air juga harus dipercepat. Menurut Nirwono, di Jakarta RTH masih terpaku pada angka 9,98 persen. “Perbanyak sumur serapan, kolam penampung air di RTH privat seperti halaman rumah, sekolah, kantor, pusat berbelanjaan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement