Selasa 21 Feb 2017 16:45 WIB

BNPB: Jutaan Penduduk Tinggal di Kawasan Rawan Bencana

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Longsor. Ilustrasi
Foto: Antara
Longsor. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tidak sedikit penduduk di Indonesia yang tinggal di kawasan rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 148,4 juta warga tinggal di daerah rawan gempa bumi, 5 juta di daerah rawan tsunami, 1,2 juta penduduk di daerah rawan erupsi gunung api, 63,7 juta jiwa di daerah rawan banjir, serta 40,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan longsor.

“Setiap tahun negara mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun akibat bencana,” tutur Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei pada kuliah umum Penanggulangan Bencana di Ruang Multimedia Universitas Gajah Mada, Selasa (21/2).

Ia mengemukakan, di Indonesia terdapat 386 kabupaten/kota yang berada di zona bahaya sedang-tinggi gempa bumi. Selanjutnya, ada 233 kabupaten/kota berada di daerah rawan tsunami, 75 kabupaten/kota terancam erupsi gunung api, 315 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi banjir, serta 274 kabupaten/kota di daerah bahaya sedang-tinggi bencana longsor.

“Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Aceh merupakan lima provinsi terbanyak terpapar bencana selama 2016,” ujarnya. Adapun provinsi dengan kejadian bencana tertinggi adalah Jawa Tengah dengan total peristiwa sebanyak 639 kali bencana.

Diikuti Jawa Timur dengan 409 kejadian bencana, Jawa Barat 329 kali, Kalimantan Timur 190 kali, dan Pemerintah Aceh 83 kali. Adapun kabupaten/kota dengan kejadian bencana tertinggi terjadi di Cilacap sebanyak 100 kali, Magelang 56 kali, Wonogiri 56 kali, Banyumas 53 kali, serta Temanggung 50 kali.

Willem menyebutkan tren bencana terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 92 persen bencana yang terjadi di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi. Peningkatan bencana disebabkan oleh faktor alam seperti perubahan iklim dan faktor antropogenik meliputi degradasi lingkungan, pemukiman di daerah rawan bencana, DAS kritis, dan urbanisasi.

“Tahun 2016 telah terjadi 2.384 bencana, jumlah ini meningkat dari 1.732 bencana  di tahun 2015,” ujarnya. Banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi pada 2016 dengan frekuensi kejadian hingga 775 kali.

Bahkan menurutnya, daerah rawan banjir meluas di beberapa wilayah yang tidak pernah mengalami bencana tersebut sebelumnya. Antara lain Garut, Pangkal Pinang, Kota Bandung, Kota Bima, dan Kemang Jakarta.

"Ada 19 juta masyarakat Indonesia yang terancam banjir dan longsor akibat hujan sepanjang Januari-Februari 2017 dan 175 ribu masyarakat yang terdampak,”ucapnya.

Melihat kondisi tersebut, Willem menegaskan perlunya upaya penanggulangan bencana atau disaster management untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan kerugian akibat bencana. Menurutnya terdapat tiga poin utama dalam penanggulangan bencana. Antara lain menjauhkan masyarakat dari bencana, menjauhkan bencana dari masyarakat, dan hidup secara harmonis dengan bencana.

“Dalam penanggulangan bencana ini dibutuhkan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta,” katanya.

Ia juga menambahkan, perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam penanggulangan bencana melalui berbagai penelitian maupun sosialisasi terkait upaya mitigasi bencana ke masyarakat. Disamping itu, perguruan tinggi juga dapat berkontribusi dalam penguatan kapasitas yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana melalui kuliah kerja nyata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement