REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- ‘Geger’ cabai impor belum terasa di Kabupaten Semarang. Sejumlah pedagang mengakui, meski harga cabai rawit saat ini tengah ‘melejit’, umumnya para pedagang mengaku masih menjual cabai rawit komoditas lokal.
“Biasanya, kalau pasokan dari Kabupaten Semarang kurang, kami menjual cabai rawit yang didatangkan pedagang besar dari Magelang atau Jawa Timur,” ungkap Katemi (41), pedagang cabai di Pasar Bandarjo, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/2).
Ia mengakui, beberapa waktu lalu harga cabai rawit merah sempat turun hingga Rp 80 ribu rupiah per kilogram. Saat itu, cabai yang dipasok ke sejumlah pedagang di pasar ini juga produk pertanian lokal.
Cabai tersebut diambil dari petani di wilayah Sumowono, Kabupaten Semarang atau cabai rawit merah dari Kecamatan Grabag atau Sawangan, Kabupaten Magelang. “Setahu saya kok tidak ada cabai impor yang masuk,” jelasnya.
Katemi juga mengakui, cukup mudah untuk menetahui salah satu ciri- ciri cabai asal Sumowono. Biasanya cabai rawit tersebut ukurannya cenderung kecil.
Beda lagi dengan cabai rawit dari Jawa Timur yang buah cabainya relatif lebih besar dan biasanya masih banyak yang berwarna kuning. Karena harus diangkut jarak jauh biasanya dipetik sebelum benar- benar merah, “Meski saya sendiri juga belum begitu paham ciri-ciri cabai impor seperti apa, namun saya pastikan cabai yang dipasok di pasar Bandarjo ini merupakan produk pertanian lokal,” tambahnya.
Hal ini diamini Budiono (57), pedagang cabai di pasar Babadan, Kabupaten Semarang. Saat ini harga cabai rawit merah kembali melejit dan menyentuh harga Rp 120 ribu per kilogram.
Ia berani memastikan cabai yang dimaksud berasal dari Kabupaten Wonosobo. Karena pemasoknya merupakan pedagang asal Wonosobo. “Saya juga belum dengar, ada cabai impor masuk ke pasar-pasar,” katanya.
Sementara itu, harga cabai yang mencapai Rp 120 ribu per kilogram kian dikeluhkan masyarakat, khususnya konsumen rumah tangga. Karena harga komoditas ini cenderung fluktuatif pada level yang masih memberatkan. “Kalau misalnya hanya naik dari rp 30 ribu menjadi 40 ribu per kilogram, saya kira masih terjangkau. Lah ini, dari Rp 100 ribu per kilogram turun menjadi Rp 80 ribu per kilogram dan sekarang naik lagi jadi Rp 120 ribu per kilogram,” kata Linda (32), salah seorang pembeli
Ia menengarai, peroalan harga cabai ini merupakan ‘permainan’ para tengkulak. Sehingga saat didatangkan para pedagang di pasar tradisional, harga cabai ini sudah sangat tinggi bagi konsumen seperti dirinya.
Unttuk bisa memasak dengan cabai, ia terpaksa harus mengurangi jumlah pembelian. Jika biasanya bisa membeli lebih, sekarang harus membeli secukupnya saja atau sesuai kebutuhan saja. “Tak jarang, saya harus mengurangi komponen lauk lainnya agar cabai bisa terbeli,” jelas warga Perum Mapagan, Ungaran Barat ini.