Rabu 15 Feb 2017 19:38 WIB

Peneliti: SBY Jadi Bumerang untuk Agus-Sylvi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Cagub nomor 1 Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) bersama istri Anissa Pohan menunjukkan jari usai melakukan pencoblosan Pemilihan Kepala daerah DKI Jakarta di TPS 06 Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15\2).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Cagub nomor 1 Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) bersama istri Anissa Pohan menunjukkan jari usai melakukan pencoblosan Pemilihan Kepala daerah DKI Jakarta di TPS 06 Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15\2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan calon nomor urut satu, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni gagal masuk dalam putaran kedua Pilkada DKI. Hal ini setelah hasil sejumlah hitung cepat lembaga survei menempatkan Agus-Sylvi paling buncit dibandingkan dua paslon lainnya.

Direktur Eksekutif dari Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi menilai faktor Agus yang merupakan putra dari Presiden Keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak begitu berpengaruh kepada masyarakat untuk memilih Agus.

Burhanudin justru menilai tindakan SBY menjadi bumerang bagi elektabilitas Agus-Silvy. Hal ini karena, tren elektabilitas Agus-Sylvi yang terus menurun. Padahal seperti diketahui, awal-awal pencalonan Agus-Sylvi selalu menempati urutan pertama di setiap survei.

"Justru saya merasa terlalu masuknya urusan SBY dalam pilkada jadi bumerang sendiri. Masyarakat Jakarta melihatnya Agus tidak terlalu mandiri dalam menentukan langkah politiknya sebagai calon gubernur," kata Burhanudin di Kantor Indikator Politik Indonesia, Menteng, Jakarta, Rabu (15/2).

Apalagi, kata Burhanudin, serentetan konferensi pers yang digelar SBY, ditambah cuitan-cuitan SBY melalui media sosial. Menurutnya, hal itu makin menurunkan keinginan masyarakat memilih Agus.

"Press conference yang tak terhitung sejak November dan twitter malah tak terkendali. Alih-alih bisa membalikkan tren turun dan melemahnya Agus, tapi yang terjadi malah makin turun. Terakhir prediksi kami 19 persen malah 17 persen, artinya tidak mampu menahan kecenderungan turun," kata Burhanudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement