Selasa 14 Feb 2017 14:30 WIB

Emil Ingatkan Masyarakat Lagi untuk Jaga Toleransi

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Indira Rezkisari
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil
Foto: Republika/Edi Yusuf
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wali Kota Bandung M Ridwan Kamil mengingatkan kembali pada semua masyarakat untuk menjaga toleransi. Karena, menurut Ridwan Kamil, Indonesia negara yang penuh keragaman. Jadi, dalam bernegara menjaga kesatuan toleransi beragama sangat penting.

"Karena Negara Republik Indonesia memiliki bermacam-macam suku, ras dan agama," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil dalam acara Talkshow Lintas agama bersama pemuka agama dan elemen masyarakat dari berbagai penganut agama di Gereja Kristen Indonesia, Jalan Maulana Yusuf, Kota Bandung. Senin malam (13/2).

Namun, kata dia, masalahnya sekarang banyak orang yang tidak bisa menerima keragaman. Ia, sudah berkomitmen untuk selalu menjaga kesatuan negara Indonesia.

"Melalui forum ini saya ingin menyampaikan pentingnya toleransi beragama. Kita hidup di negara yang bermacam-macam suku, ras dan agama," katanya

Emil mengatakan, setiap manusia ditakdirkan mempunyai identitas. Labelisasi ada, supaya orang bisa memahami siapa dirinya. Namun, identitas bukan untuk alat menyekat, menjelekan dan merendahkan identitas lainnya.

"Identitas saya dilahirkan sebagai orang Islam, dan ada juga yang diberikan identitas sebagai umat Kristiani, umat Hindu dan umat Buddha. Namun semua itu bukan menjadi penyekat kita dalam berkehidupan di dunia ini," katanya.

Emil berharap, semua orang bisa menghadiri acara tersebut untuk menghormati identitas dan menghormati batas-batas keragaman. Dalam agama Islam, ketika ingin memeluk Islam harus mengucapkan syahadat dan mengimani Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sama dengan agama lain, mempunyai proses dan cara dalam beribadah.

"Kita harus menghormarti identitas orang lain dan hormati batas-batasnya. Niscaya tidak akan ada konflik yang terjadi dan tidak akan saling membenci," katanya.

Karena, kata Emil, semua manusia adalah saudara, meski berbeda keyakinan dalam beragama. Semua hal itu, harus disikapi dengan nilai toleransi yang tinggi.

"Jika tidak bisa bersaudara dalam keimanan, tetaplah bersaudara dalam kemanusiaan," katanya.

Kutipan tersebut, kata dia, menjadi dasar bagi dirinya dalam bertoleransi. Ia yakin, kalau semuanya sudah bisa menerapkan filosofi ini, maka tidak akan ada gontok-gontokan. "Tidak akan ada saling menjatuhkan," katanya.

Emil pun mengimbau, semua masyarakat Kota Bandung untuk menerapkan nilai-nilai agama dalam keseharianya jadi jangan saat beribadah saja. Terutama, untuk umat Muslim di Kota Bandung. Karena, agama Islam sendiri mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, dan hubungan antara manusia dengan manusia.

"Agama itu harus menjadi keseharian kita, jangan hanya direduksi saat beribadah. Dalam beragama itu harus menjadi kesatuan berbangsa dan bernegara," katanya.

Emil pun berharap, Kota Bandung menjadi kota yang bertoleransi tinggi dalam beragama untuk menciptakan suasana yang nyaman. Emil juga mempunyai sebuah inovasi dalam bentuk aplikasi untuk mencegah terjadinya penyebaran ujaran kebencian.

"Saya tidak mau Bandung ricuh, saya ingin kota bandung damai melalui sebuah aplikasi yaitu Bandung Massagi," katanya.

Melalui aplikasi ini, kata dia, Ia akan memantau jika ada sebuah ujaran kebencian yang akan menciptakan karakter anak di Kota Bandung yang mencintai agama, negara, budaya dan cinta lingkungan.

Dalam acara ini, salah satu narasumber dari Nahdatul Ulama (NU) Ki Agus Zaenal Mubarak mengatakan, dalam rukun iman yang ke-4 umat Islam sudah dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada muslim untuk iman kepada kitab-kitab Allah. Selain itu, dalam konteks agama ada tiga pilar yang harus dilakukan pertama akidah, ibadah dan muamalah.

"Selayaknya kita sebagai umat beragama harus menjaga kesatuan dan persatuan dalam bernegara," katanya.

Agus mengatakan, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukan lah agama. Jadi, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement