REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tasikmalaya telah menyelesaikan laporan hasil penggunaan dana kampanye oleh tiga pasangan calon (paslon) wali kota dan wakil wali kota. Dari data tersebut, paslon nomor urut 1 Dicky Candra-Denny Romdoni menempati posisi terendah penggunaan dana kampanye yaitu sebesar 580 juta rupiah.
Fakta itu terungkap lewat Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang disampaikan ke KPU Kota Tasikmalaya untuk selanjutnya dilakukan audit. Paslon Dicky-Denny sebenarnya memperoleh dana kampanye sebesar 580,500 juta, tapi hanya digunakan sebesar 580 juta.
Adapun paslon nomor urut 2, Budi Budiman-Muhammad Yusuf memperoleh dana kampanye sebesar Rp 1,5 miliar. Paslon yang diusung oleh PPP, Golkar, Nasdem, dan PKB itu mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp 1,4 miliar. Sedangkan paslon nomor urut 3, Dede Sudrajat-Asep Hidayat menerima dana kampanye senilai Rp 3,5 miliar. Paslon yang didukung oleh Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN itu mengeluarkan dana kampanye Rp 2,7 miliar.
Berarti total dana kampanye yang bergulir di Kota Tasik sekitar lima miliar dalam kurun waktu tiga bulan masa kampanye. Komisioner KPU Kota Tasikmalaya Ade Kurnia mengatakan telah menyerahkan laporan penggunaan dana kampanye tersebut kepada tim audit publik. Ketiga paslon diaudit oleh tiga tim audit berbeda yang berasal dari Bandung.
"Itu jumlah dana yang berhasil kami kalkulasikan tidak melalui audit, nanti hasil audit akan dilaporkan dari akuntan hasilnya termasuk kepada pasangan calon tersebut," katanya pada wartawan.
Selain itu, ia mengimbau agar setiap paslon mengedepankan transparansi agar tidak ada kecurangan dalam laporan. Tiap paslon diberi waktu untuk mengklarifikasi LPPDK jika ada yang hendak diubah.
"Makanya saya titip kepada tim kampanye pasangan calon, untuk membuka diri seluas-luasnya bila akuntan hendak melakukan klarifikasi. Mereka diberikan tenggat waktu 15 hari melakukan pemeriksaan, untuk kemudian hasilnya dilaporkan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPU Kota Tasikmalaya Kholis Mukhlis menjelaskan penentuan pemeriksaan atau audit dana kampanye dilakukan oleh tiga akuntan publik berbeda dengan tujuan menjaga netralitas. Bahkan penentuan lembaga akuntan mana yang mengaudit paslon ditentukan dengan cara diundi.
"Memang tidak ada kewajiban untuk diundi, tetapi demi menjaga netralitas dan sangkaan dari berbagai pihak. Maka pengundian pun dilakukan oleh perwakilan tim kampanye yang datang, sehingga siapa oleh siapa diperiksanya berdasarkan undian tadi," ucapnya.