Rabu 08 Feb 2017 18:20 WIB

Dana Pilkada Dipolitisasi Pejawat, Ini Kata Kemendagri

Rep: Dian Erika N/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pilkada Damai, Pilkada Serentak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono, mengatakan proses administrasi naskah penerimaan hibah daerah (NPHD) untuk 101 daerah penyelenggara Pilkada Serentak 2017 telah selesai seluruhnya. Pihaknya memastikan tidak ada hambatan dalam proses penyaluran dana hibah untuk keperluan pilkada itu.

"Semua sudah 100 persen ditandatangani. Hanya saja teknis penyalurannya yang berbeda-beda. Dua tahap, tiga tahap, tergantung masing-masing daerah," ujar Sumarsono di Jakarta, Rabu (8/2).

Bahkan, lanjutnya, ada daerah yang mencairkan dana hibah dalam satu waktu sekaligus. Sumarsono mengakui, ketersediaan dana di masing-masing daerah juga menjadi penyebab belum tuntasnya penyaluran dana hibah.

Dia mencontohkan, kondisi pendanaan di Papua Barat yang baru bisa menyalurkan dana hibah termin kedua pada Februari. "Namun, dana hibah sifatnya sama dengan DIPA, bisa dicairkan kapan saja. Intinya tidak ada masalah biaya. Terkesan lambat karena pola pencairan yang berbeda-beda," ucap Sumarsono.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, meminta pemerintah memberikan perhatian terhadap 12 daerah yang belum menyelesaikan penerimaan NPHD hingga sepekan menjelang Pilkada Serentak 2017. Penerimaan dana hibah di 12 daerah tersebut masih di bawah kisaran 50 persen.

(Baca Juga: KPU: Dana Pilkada Dipolitisasi Pejawat)

Data yang dihimpun dari KPU mencatat, 12 daerah adalah Kota Langsa, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Buru, Kota Sorong, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Dogiyai dan Provinsi Gorontalo.

"Memang ada kekhawatiran untuk beberapa daerah itu. Bahkan, ada beberapa daerah yang penerimaan hibah seolah di-blok oleh kepala daerah yang menjadi peserta Pilkada, seperti di Kabupaten Dogiyai," ujar Hadar di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (7/2).

Menurut pantauan KPU, ada dugaan pemyaluran dana dipololitisasi oleh para kepala daerah pejawat. Sebab, status pejawat membuat kepala daerah punya otoritas.

"Karena itu, kami minta pemerintah untuk memastikan. Sebab, NPHD ini sangat krusial. Kalau dana buat menyelenggarakan kegiatan pilkada ini tidak ada, maka untuk pengamanan dan pengawasan tidak maksimal," tutur dia.

Hadar melanjutkan, penyaluran dana hibah yang belum maksimal bisa disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah sumber dana dari pemerintah daerah yang minim. Tidak semua daerah memiliki anggaran cukup atau lebih dari cukup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement