REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Hakim persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Dwiarso Budi Santiarto tetap melanjutkan pemeriksaan saksi ahli anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hamdan Rasyid dalam sidang lanjutan kesembilan yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementrian Pertanian, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2).
"Setelah bermusyawarah, baik penasihat hukum atau Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki hak untuk mengajukan ahli, " ujar Dwiyarso setelah menerima penolakan dari tim penasihat hukum Ahok atas pengajuan saksi ahli dari JPU.
Majelis Hakim, kata Dwiarso, harus mendengarkan terlebih dahulu keterangan dari saksi ahli yang diajukan. "Masalah apakah keterangan ahli akan diterima itu keputusan kami di putusan, sudah menjadi kewajiban kami mendengarkan terlebih dahulu, " jelas Dwiyarso.
Majelis Hakim, sambung Dwiarso, memiliki penilaian sendiri dari setiap jawaban dari para saksi ahli termasuk independensi. Sebelumnya, tim penasihat hukum Ahok keberatan dengan saksi ahli Hamdan Rasyid.
"Harus ditolak karena saya belum pernah melihat seperti ini, memberi keahlian atas produknya sendiri. mana bisa objektif? saksi atau ahli itu tidak boleh terlibat kepentingan," tegas Wayan di Gedung Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2).
Karena, sambung Wayan, tidak mungkin Hamdan menolak produk fatwa dan sikap yang dikeluarkan oleh MUI terkait pernyataan terdakwa saat kunjungan kerja sosialisasi budidaya ikan kerapu di Pulau Pramuka, 27 September 2016.
"Nah, sekarang berani tidak ahli ini bilang kalau produk MUI ini tidak tepat? Tidak mungkin," tegas Wayan.
Sehingga, tim penasihat hukum Ahok menunggu keberanian dari Majelis Hakim untuk menolak keterangan saksi ahli yang merupakan Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu. "Karena yang paling penting dari ahli itu yang pertama kenetralannya, kedua keahliannya. Saksi ini bagaimana mau netral? dia kan ada tanda tangan pimpinannya. Terlibat juga. bagaimana orang yang terlibat bisa netral?. Kami dari pengacara akan meminta keterangan ahli ini tidak didengar dan carilah saksi lain," ujarnya.
Sementara JPU Ali Mukartono membantah pernyataan penasihat hukum Ahok. Menurut Ali, kehadiran saksi ahli dari MUI digunakan untuk memperkuat dakwaan dari Jaksa. "Kehadirannya sangat relevan dengan perkara ini. Jadi mohon diabaikan pendapat penasihat hukum," ujar Ali.
Pada sidang kedelapan, JPU juga memanggil seorang saksi dari MUI, yakni, Ketum MUI, KH Ma'ruf Amin. Sehingga, ini merupakan kedua kalinya jaksa menghadirkan pihak MUI sebagai saksinya M Nuh Puslabfor Polri.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.