Senin 06 Feb 2017 06:48 WIB

Ini Karakteristik Pemilih Kabupaten Bekasi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Andi Nur Aminah
Warga mengikuti simulasi Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Warga mengikuti simulasi Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Puncak pertarungan lima pasangan calon bupati-wakil bupati Bekasi 2017 tinggal menghitung hari. Pengamat komunikasi politik dari President University Jababeka-Cikarang, Achmad Supardi, mengatakan karakteristik pemilih di Kabupaten Bekasi cenderung kohesif dan mudah dipengaruhi. 

"Kabupaten Bekasi itu memang dekat dengan Jakarta, tapi perbedaannya lumayan besar. Yang pertama, Kabupaten Bekasi mau disebut kota itu masih bimbang. Wilayah-wilayah yang memiliki ciri-ciri kota itu nggak terlalu banyak di Kab Bekasi," ujar Achmad Supardi, kepada Republika.co.id, Ahad (5/2). 

 Menurut Achmad, masih lebih banyak wilayah di Kabupaten Bekasi yang memiliki ciri-ciri desa, baik ciri-ciri fisik maupun kemasyarakatan. Karakteristik masyarakat desa biasanya lebih kohesif. Dalam hal memilih, mereka yang kohesif lebih mudah dipengaruhi lewat satu tokoh kunci.

Achmad menerangkan, paslon akan mendulang banyak suara apabila berhasil memengaruhi satu pemimpin yang relatif dipercaya oleh satu komunitas. Tokoh tersebut bisa sesepuh, tetua, kiai, atau ulama. 

Lain halnya, dengan masyarakat kota yang relatif lebih terdidik, independen, dan kritis. Mereka lebih susah untuk diajak memilih secara borongan. 

Lanjut Achmad, tinggal kemampuan masing-masing paslon dengan jeli melihat siapa opinion leader yang bisa mereka dekati. Ketepatan memilih opinion leader ini menentukan seberapa banyak suara yang bisa mereka raup. 

Ia tidak memungkiri ada kecenderungan masyarakat bergerak semakin pintar, kritis, serta menilai kandidat dari kesesuaian program. Tapi faktanya, belum banyak yang menuju ke arah sana. Apalagi, bagi masyarakat desa yang struktur sosialnya kohesif.

Pengamat komunikasi politik asal Bekasi ini mengungkapkan, jarang sekali warga yang memilih berdasarkan visi misi paslon. Bukan hanya Kabupaten Bekasi, dia menegaskan, tapi mayoritas wilayah di Indonesia masih jarang yang memilih paslon berdasarkan visi misi. Kekuatan identitas lebih besar pengaruhnya. 

"Masih lebih banyak yang melihat politik itu sebagai pertarungan identitas. Dia siapa? Muslim bukan, pribumi bukan, dan sebagainya. Dan sampai sekarang itu pula yang lebih banyak dieksploitasi paslon, daripada program," ujar Achmad. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement