Ahad 05 Feb 2017 10:50 WIB

Media Asing Ini Ungkap Alasan Banyak Warga Miskin tak Mau Pilih Ahok

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Rumah Semi Permanen Terus Bermunculan. Warga Kampung Akuarium membangun rumah semi permanen pascapenggusuran, Jakarta, Kamis (15/9).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Rumah Semi Permanen Terus Bermunculan. Warga Kampung Akuarium membangun rumah semi permanen pascapenggusuran, Jakarta, Kamis (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media Australia Sydney Morning Herald membuat tulisan tentang bagaimana warga miskin Jakarta menolak cagub pejawat Ahok dalam pemilihan gubernur. Syney Morning Herald menulis dengan judul "the real reason many poor Jakartans are Opposing in the gubernatorial election".

Herald menceritakan bagaimana kisah Dharma Diani yang menunjukkan kondisi rumahnya, kampung nelayan miskin di Jakarta Utara. Kampung itu kini terlihat seperti zona perang. Entah bagaimana orang-orang masih tetap tinggal di tengah tumpukan puing-puing, hanya berlindung di dalam tenda tambal sulam yang dirakit dari papan dan spanduk iklan bekas.

Kampung tersebut bernama Kampung Akuarium, salah satu wilayah yang menjadi target kampanye agresif Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penggusuran dilakukan dengan dalih untuk mengatasi masalah endemik di tengah kota, seperti banjir, kemacetan lalu lintas, dan kurangnya ruang hijau.

(Baca naskah asli, the Real Reason Many Poor Jakartans are Opposing Ahok in the Gubernatorial Election.)

Warga Kampung Akuarium mengaku diberi surat perintah pengusiran 11 hari sebelum rumah mereka dihancurkan oleh buldoser pada April tahun lalu.

"Kami tidak pernah diberitahu mengapa (digusur), tapi Ahok di media mengatakan ia ingin mengubah daerah ini menjadi daerah tujuan wisata religi karena ada masjid tua di dekatnya. Ahok terus mengatakan ia ingin merevitalisasi daerah ini, tapi tidak ada yang terjadi sejak penggusuran itu," kata Dharma.

Baca juga, Ahok Ancam Proses Hukum Ketua MUI KH Ma'ruf Amin.

Dharma, yang menyambung hidup dengan menjual tabung gas adalah satu di antara 70 keluarga yang menolak untuk mengalah kepada pemerintah daerah. Rumahnya telah rata, meski ia berhasil menyelamatkan beberapa barang miliknya dan mendirikan sebuah gubuk darurat.

"Gubuk ini mengalami kebocoran tentu saja dan jika angin terlalu kuat, atap terbang," katanya.

Ia mengaku tidak dapat memilih untuk pindah ke rusun murah yang disediakan oleh pemerintah. Rusun tersebut terletak 25 km dari tempat tinggalnya.

"Beberapa dari kami adalah nelayan dan bekerja di pasar ikan. Jika dia memindahkan kami ke suatu tempat sejauh empat jam perjalanan di lalu lintas yang padat, bagaimana kami bisa bekerja? Bagaimana bisa kami bisa membayar?" ujar Dharma.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement