Sabtu 28 Jan 2017 17:29 WIB

Kisah Si Iyang yang tak Bisa Merayakan Imlek karena tak Punya Uang

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Budi Raharjo
Si Iyang
Foto: singgih wiryono
Si Iyang

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Di pergantian tahun baru Imlek, ada juga warga asli peranakan Cina Benteng yang tak bisa mengikuti kemeriahan acara tersebut. Hidangan untuk sesembahan para leluhur seperti ikan tongkol, daging babi dan daging ayam yang melambangkan 3 alam yakni lautan, dataran dan udara hanya bisa ia terima dari sumbangan pengurus kelenteng.

Namanya Si Iyang. Pria berusia 65 tahun ini masih juga menggunakan pakaian pemungut sampah di hari di mana orang-orang Tionghoa banyak mengenakan baju baru berwarna merah untuk menyambut tahun baru Cina. "Boro-boro ikut, pake beli baju ya susah," ujarnya saat ditemui Republika di sekitar kelenteng Boen Tek Bio, Pasar Lama, Tangerang, Jumat (27/1).

Siapa yang sangka, tubuh renta yang kini berjalan saja terlihat seperti menggerus kaki itu harus menggerus 5 karung sampah tiap hari untuk sekadar mendapat upah makan dan melanjutkan hidup.

Dari keterangan warga sekitar, Wawan (40), Si Iyang sering mendapat rasa simpatik dari warga sekitar kelenteng. "Dulu pekerjaannya mulung sampah plastik begitu di sekitar, karena kasian, dia diangkat jadi petugas sampah di kelenteng," ujarnya.

Sekarang Si Iyang mengandalkan hidupnya dengan membuang sampah yang ada di kelenteng dan digaji Rp 1,2 juta per bulan untuk pekerjaannya tersebut. "Di sini sajalah, buang sampah, masuk jam 8, nanti istirahat sore, jam 12 malam buang sampah lagi," jelasnya.

Si Iyang bercerita, keluarganya kini tak tinggal bersama dia. Istri dan kedua anaknya menetap di Salemba, Jakarta, dan sesekali berkunjung ke Tangerang untuk menemui dirinya.

"Ya digaji Rp 300 ribu tiap pekan, dicukupin buat makan, kadang makan di kelenteng kalau pengurusnya masak, tahu tempe. Tapi kadang di warteg," terangnya.

Tubuh yang tak lagi bugar sama sekali tidak membuat dia khawatir jatuh sakit suatu saat nanti. Iyang yang terus bercerita tentang kesusahan hidupnya kadang harus berkali-kali ditegur dengan nada yang keras, karena pendengaran sudah tak normal lagi. "Saya Cina Benteng asli, nggak capeklah kerja begini, duitnya buat makan," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement