REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun baru Imlek 2568 akan jatuh pada Sabtu (28/1) mendatang. Momentum Imlek ini diharapkan bisa lebih merekatkan kerukunan umat beragama di Indonesia. Itu penting karena akhir-akhir ini kehidupnan damai antar umat beragama di Indonesia terganggu dengan isu-isu negatif yang bertujuan untuk memecah belah kebinekaan di Indonesia.
"Imlek harus jadi momentum untuk merekatkan kerukunan beragama, bukan malah merusak yang sudah baik. Dengan dinamika bangsa yang terjadi akhir-akhir ini, semua itu harus berjiwa lapang dan bisa menerima perbedaan yang ada. Itulah Indonesia," ujar tokoh kebangsaan, Lily Wahid, Kamis (26/1).
Ia menambahkan, masalah kebinekaan itu tidak perlu diributkan lagi karena sejak merdeka bangsa Indonesia sudah terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan lain-lain. Begitu juga dengan Imlek, menurutnya, sudah seharusnya bangsa Indonesia juga menghormati saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang merayakan.
"Dulu di jaman Orde Baru, Imlek tidak boleh. Tapi di era Gus Dur, Imlek boleh dijalankan. Menurut saya itu lebih riil dalam mewujudkan kebhinnekaan di Indonesia. Tentu itu harus didukung seluruh unsur bangsa tidak terkecuali," tutur putri Pahlawan Kemerdekaan KH Wahid Hasyim ini.
Ia menilai, bila ada unsur masyarakat Indonesia yang masih mempermasalah Imlek dan kebinekaan Indonesia, itu merupakan langkah mundur dan buang-buang waktu. Sekarang ini, tugas bangsa Indonesiaadalah mengisi kemerdekaan yang belum tercapai yaitu memakmurkan rakyat.
"Masalah kebinekaan dan beda agama itu sudah lama selesai. Kita jangan mundur lagi mengurusi hal-hal seperti itu. Tugas kita sama-sama mengingatkan tujuan kita bernegara yaitu memakmurkan rakyat, bukan membuat rakyat malah bingung dan terganggu. Momentum Imlek harus bisa merekatkan kerukunan beragama, bukan malah merusak yang sudah baik. Intinya, semua pihak harus berjiwa lapang dan menerima perbedaan yang ada," kata mantan anggota DPR RI dari PKB ini.
Apa yang terjadi akhir-akhir ini, kata Lily Wahid adalah suatu kondisi pemutarbalikan fakta. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk menggunakan kepala dingin menyikapi dinamika yang terjadi jelang Pilkada serentak, khususnya menyangkut kasus penistaan agama yang dilakukan cagub DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menurutnya, kasus itu sebenarnya sederhana yaitu umat ingin Ahok diadili, tapi belakangan yang timbul justru fitnah antikebinekaan.
"Hal-hal seperti itu tidak usah diributkan lagi karena sudah menjadi bagian dari kehidupan berbangsa kita dengan Bhinneka Tunggal Ika. Saya justru khawatir dengan ditimbulkannya anti Islam karena kondisi itu membuat yang radikal merasa punya celah untuk bergerak," ungkapnya.
Ia juga meminta agar semua pihak lebih bisa menerima keadaan itu dengan lebih sadar, lebih jernih, dan berupaya mencapai cita-cita kemerdekaan yaitu mensejahterakan rakyat dengan sungguh-sungguh. "Bahwa pemerintah menaikan pajak dan tarif listrik, kita tidak usah marah. Tugas kita bagaimana harus membantu agar pemerintah bisa mengatasi semua itu dan bisa memberikan kehidupan yang layak bagi rakyat," kata adik kandung Gus Dur itu.