Kamis 26 Jan 2017 14:33 WIB

Presiden Kembali Soroti Persoalan Guru SMK

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Angga Indrawan
Presiden Joko Widodo
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‎Pemerintah berusaha untuk memperbaiki pendidikan vokasional yang lebih banyak dalam hal praktik ketimbang teori. Sistem ini bisa dijalankan oleh sekolah menengah kejuruan (SMK) dibandingkan dengan Sekolah Menengah A (SMA).

 Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, saat ini terdapat 42,5 persen adalah lulusan sekolah dasar (SD), 66 persen lulusan SD dan SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan 82 persen merupakan lulusan SD, SMP, dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Angka ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi semua pihak untuk segera memperbaiki kualitas para lulusan sekolah yang dipersiapkan untuk bekerja.

"Pada 2030 ini akan ada bonus demografi. Angkatan kerja produktif yang sanag banyak. Tapi kalau kualitasnya tidak disiapkan ini akan menjadi bumerang," kata Jokowi, Kamis (26/1).

Untuk menjaga agar bonus demografi ini bisa dimanfaatkan secara baik, maka Pemerintah akan menggenjot perbaikan kualitas SDM khususnya pada lulusan SMK. Selama ini guru di SMK hampir 70 persen adalah guru normantif. Padahal seharusnya 70 persen guru SMK adalah mereka yang handal di lapangan dan mengerti teknis serta praktiknya.

‎"Maka guru SMK ini harus bisa melatih secara baik. Misalnya pemasang sepeda motor. Bisa juga membuat aplikasi. Jadi jangan terus linier, monoton, dan tidak ada loncatan perubahan," kata Jokowi.

Menurutnya, SMK juga harus mengembangkan berbagai jurusan yang memang mengikuti perkembangan masa kini. SMK yang berjurusan seperti di bidang video, dan pembuatan aplikasi-aplikasi yang saat ini tengah digandrungi dan memberikan manfaat banyak untuk masyarakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement