REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Standardisasi pelayanan kesehatan gigi, khususnya mengenai biaya layanan dokter gigi setiap daerah berbeda berdasarkan kewajaran dan analisis biaya masing-masing daerah.
"Regionalisasi diperkenankan membuat standar, istilahnya tarif atas dan tarif bawah. Itu kisarannya 25 persen," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg Farichah Hanum di Jakarta, Rabu (25/1).
Standardisasi harga, kata dia, diserahkan kepada PDGI daerah, salah satunya dengan meminta masukan anggota karena angka kemahalan berbeda.
Drg Hanum mencontohkan dibuat kuesioner yang diisi oleh anggota mengenai sejumlah tindakan, selanjutnya dibuat rata-rata serta tarif atas dan bawah.
Selain aturan standardisasi dibuat berdasarkan pedoman, biaya hidup juga menjadi pertimbangan karena biaya hidup di setiap daerah berbeda-beda.
Ia menuturkan standardisasi harga itu untuk pelayanan privat mandiri, sementara untuk puskesmas serta rumah sakit telah ada peraturan menteri yang ditetapkan. Adanya standardisasi harga, menurut dia, dapat memberikan kepastian pada pasien.
Selaku pasien, masyarakat memiliki hak untuk menerima keterangan tentang penyakit atau kondisinya, tindakan medis yang akan dilakukan serta biayanya. "Masyarakat punya hak untuk bertanya berapa biayanya sebelum dilakukan tindakan dan dokter gigi memberitahu," tutur dia.
Secara garis besar ketentuan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi di Indonesia di antaranya diatur dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, PMK 89 tahun 2015 tentang Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut serta PMK 39 tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi.