REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menilai seorang pemimpin harus bisa memastikan bahwa tugas birokrasi pemerintah yang mencakup pelayanan kepada masyarakat dan ketaatan terhadap undang-undang serta peraturan yang berlaku ditunaikan dengan baik.
"Sederhananya adalah agar publik merasa terlayani dengan baik dan program pemerintah bisa seluruhnya terlaksana," kata Anies di Jakarta, Rabu (25/1).
Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengupayakan perbaikan birokrasi yakni proses rekrutmen pegawai yang didasarkan pada kriteria yang benar serta panitia seleksi yang berintegritas.
Dalam debat kedua Pilkada DKI yang salah satu temannya adalah reformasi birokrasi dan pelayanan publik pada Jumat (27/1) mendatang, Anies akan memaparkan terobosan dalam sistem perekrutan yakni promosi terbuka.
"Bukan lelang jabatan tetapi istilah benarnya adalah promosi terbuka. Kalau lelang kan seperti membeli jabatan, siapa yang mau membeli paling tinggi dia yang dapat," ujarnya.
Sistem promosi terbuka pernah diterapkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu saat merekrut Dirjen Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid, yang bukan berlatar belakang PNS.
Anies menulis surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta izin mengangkat Hilmar Farid sebagai Dirjen Kebudayaan Kemdikbud, karena UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mengatur petunjuk pengangkatan warga negara non-PNS menjadi dirjen di kementerian.
Meskipun langkahnya dinilai berani dan sempat menjadi isu yang ramai diperbincangkan, Anies merasa perlu melakukan terobosan tersebut demi perkembangan birokrasi di Kemdikbud.
"Pada saat itu saya mencari dirjen kebudayaan yang bebas, yang mengerti betul dan terlibat dalam kebudayaan. Nah mencari PNS yang seperti itu tidak gampang, akhirnya saya putuskan mengangkat yang non-PNS tetapi sudah atas persetujuan presiden," jelasnya.
Anies mengaku tidak segan melakukan terobosan-terobosan serupa selama dimungkinkan oleh aturan yang ada dan calon pejabat pemerintah memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Sementara bagi pemimpin DKI Jakarta, menurut Anies, harus mampu memenuhi beberapa kriteria antara lain bisa membangun komunikasi dengan seluruh warga tanpa memandang kelompok tertentu, secara sadar menggaungkan pesan yang mempersatukan, serta dapat membangun sikap dan menumbuhkan rasa dekat dengan seluruh masyarakat.
"Pemimpin DKI selanjutnya harus bisa membuat kegiatan-kegiatan yang memunculkan kebhinekaan di Jakarta," kata mantan rektor Universitas Paramadina itu.
Anies meyakini bahwa memimpin adalah mendidik, bukan sekadar memberi instruksi tetapi harus dapat membuat orang memahami latar belakang dan tujuan sebuah kebijakan. Di Indonesia sekarang ini, menurut dia, tidak banyak pemimpin yang membagikan gagasan kepada masyarakat dan hanya fokus pada implementasi kerja.
"Saya khawatir nanti kita hanya mementingkan kerja tanpa peduli pada ide, kalau begitu lama-lama kehidupan berpolitik dan bernegara menjadi kering karena kita hanya mengurusi pembangunan fisik," ucapnya.