REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna, menilai, debat calon kepala daerah DKI Jakarta putaran pertama tidak disertai data yang akurat dan lengkap. Menurut dia, data yang akurat dan lengkap dapat menjadi indikator pasangan calon ihwal program apa saja yang sudah dicapai.
"Saran kami ke KPUD, dengan indikator yang ada, siapkan datanya. Temanya fokus, tapi datanya lemah, percuma," kata dia dalam diskusi Menakar Kapabilitas Kandidat Lewat Evaluasi Debat Pertama di Jakarta, Sabtu (21/1).
Menurut Yayat, data tersebut juga menjadi acuan masyarakat menilai janji-janji yang disampaikan pasangan calon. Sehingga, masyarakat dapat memperkirakan secara realistis apakah janji tersebut dapat diwujudkan atau tidak. Selain itu, menurutnya, debat pertama belum meperdebatkan bagaimana menyentuh ekonomi kerakyatan.
"Yang belum disentuh bagaimana menyentuh ekonomi kerakyatan," ujar dia.
Menurut Yayat, debat putaran pertama justru lebih berkonteks pada bantuan. Ia mencontohkan, bantuan RT/RW, Kartu Jakarta Pintar, dan lapangan kerja. Ia menilai, konteks tersebut berhubungan dengan bagaimana mengatasi kemiskinan. Dia menjelaskan, yang disebut dengan ekonomi kerakyatan, yakni bagaimana agar usaha kecil tidak mati karena banyak usaha besar yang masuk.
Ia mengatakan, terdapat tiga kategori pemilih, yakni rasional, psikologis, dan sosiologis. Sehingga, kata dia, setiap debat kandidat para calon kepala daerah harus mencerdaskan.
Sementara itu, anggota KPUD DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos, menuturkan, debat calon kepala daerah harus menjadi bagian pendidikan politik bagi masyarakat. Debat tersebut juga menjadi ajang para calon kepala daerah dalam menyampaikan visi, misi, dan solusi untuk DKI Jakarta.