Jumat 20 Jan 2017 17:37 WIB

Legislator Apresiasi Usulan Anies-Sandi Soal Aplikasi Pencegah KDRT

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan (kiri) dan Sandiaga Uno, menyampaikan visi dan misinya saat debat cagub-cawagub DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (13/1).
Foto: ist
Pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta nomor urut 3, Anies Baswedan (kiri) dan Sandiaga Uno, menyampaikan visi dan misinya saat debat cagub-cawagub DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa, mengapresiasi usungan program calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang berencana membuat aplikasi pencegah KDRT. Dia menyebut aplikasi ini memiliki semacam hot button yang akan berguna bila masyakarat mengetahui potensi terjadinya KDRT.

"Akan datang petugas sosial yang akan membantu mediasi sebelum dilanjutkan ke ranah hukum apabila diperlukan. Kita sama berharap hal ini bisa membantu menekan angka KDRT," kata Ledia di Jakarta, Jumat (20/1).

Wakil rakyat PKS dari Kota Bandung dan Kota Cimahi ini meminta Pemerintah serius mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pasalnya, meskipun Undang-Undang KDRT sudah disahkan lebih dari satu dasawarsa, namun secara nasional angka pelaporan atas tindakan tersebut semakin meningkat.

"Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir 2016 lalu menyatakan sekitar 40 persen perempuan Indonesia pernah mengalami KDRT. Sementara Komnas Perempuan mencatat, hingga akhir 2015 angka kasus KDRT mencapai lebih dari 300 ribu kasus," kata anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa di Jakarta, Jumat (20/1).

Di sisi lain, Ledia juga menyoroti soal tingginya angka KDRT di DKI Jakarta. Meskipun diasumsikan ibu kota memiliki penduduk yang banyak berpendidikan tinggi serta memahami hukum, namun angka kejadian KDRT masih tergolong tinggi. Berdasarkan data dari LBH Apik Jakarta, tercatat ada sekitar 396 kasus laporan KDRT terjadi di DKI Jakarta pada 2015.

"Untuk tahun 2016 belum ada yang mengeluarkan data, namun sangat mungkin terjadi peningkatan jumlah kasus," ujarnya.

Ledia mengingatkan kembali perlunya penguatan aspek preventif dan rehabilitatif untuk terus meminimalisir kasus-kasus KDRT di masa datang. Selain itu, juga perlu mendorong terimplementasinya penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang yang sudah ada.

Menurutnya, tak dapat dipungkiri, seringkali suatu tindak kekerasan terjadi karena program atau kebijakan pencegahan kekerasan belum menjadi sentra poin kebijakan. Padahal, kata Ledia, umumnya tindak KDRT tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan memiliki pola atau situasi awal yang dapat terdeteksi dan masih mungkin dicegah.

Itu sebabnya Ledia kembali mengingatkan pemerintah bersama masyarakat demi membuat pola pencegahan terjadinya KDRT. Terutama dengan melibatkan komunitas, tokoh masyarakat hingga struktur pemerintahan terdekat ke masyarakat di tingkat RT/RW.

Salah satu contohnya yakni membangun jaringan media sosial atau grup komunikasi di tingkat RT/RW, jaringan antara komunitas, rembukan rutin, dan pertemuan kecil semacam arisan atau pengajian. Hal terebut bisa membantu antaranggota masyarakat agar saling memperhatikan, menghormati dan melindungi sesama tetangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement