REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno mengatakan, ditetapkannya mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi punya arti penting. Pengungkapan kasus itu, kata dia, merupakan titik awal menguak penyelewengan yang terjadi di perusahaan BUMN tersebut.
Dia menduga banyak terjadi penyelewengan belum terkuak oleh penegak hukum, yang kerap membuat perusahaan plat merah tersebut kerap merugi. "Ini sekaligus menguak tabir tanda tanya yang selama ini ada 'mengapa perusahaan penerbangan lain bisa untung sementara Garuda buntung?," kata Teguh saat dihubungi pada Jumat (20/1).
Ia pun mengapresiasi kinerja KPK yang ia nilai telah berani membongkar korupsi di semua sektor BUMN, termasuk PT Garuda Indonesia. Ia pun mendorong agar KPK untuk terus bergerak menelisik dugaan korupsi di BUMN lainnya yang merugi.
"Khususnya di BUMN yang di Industrinya, perusahaan swasta bisa untung, jadi ada benchmark yang jelas," kata Teguh.
Namun demikian, ia berharap terjeratnya Emirsyah tidak berimbas pada kinerja PT Garuda Indonesia ke depannya. Ia meminta manajemen Garuda saat ini juga terus bekerja profesional untuk memajukan Garuda Indonesia.
"Karena ini kelakuan oknum, saya berharap tidak akan berimbas kepada kinerja korporasi. Manajeman PT garuda yang ada sekarang harus bisa bekerja profesional dan membuktikan bahwa kinerjanya tidak terganggu dengan kasus ini," kata Anggota DPR asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
KPK menetapkan Emirsyah dan beneficial owner Cannaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan tersangka terkait kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat dari Rolls Royce P. L. C pada PT Garuda Indonesia (Persero).
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno. Suap tersebut diberikan dalam bentuk uang dan barang. Uang yang diduga diterima Emirsyah yakni senilai 1,2 juta euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar. Sedangkan barang yang diterima senilai USD2 juta tersebar di Singapura dan Indonesia.
Emirsyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Soetikno sebagai pemberi suap djerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.