REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Populi Center membahas evalusasi debat pasangan calon gubernur (cagub) DKI yang pertama, yang digelar Jumat pekan lalu. Dalam debat tersebut, pemaparan gagasan para cagub dianggap masih belum dikupas secara tuntas, terutama pada tataran aplikatif di lapangan.
Direktur Populi Center, Usep S. Ahyar mengungkapkan penilaian apakah debat kemarin efektif atau tidak tergantung tiga hal, substansi (apa yang disampaikan), penampilan, dan perilaku pemilih (loyal voters). Sayangnya, menurut dia, dari ketiga penilaian tersebut, ide dan gagasan kurang dikupas secara tuntas oleh ketiga pasang calon.
"Di momen debat sebenarnya kesempatan yang tepat digunakan untuk menangkal isu-isu miring kepada pasangan calon, termasuk mengupas antarcagub apakah gagasan itu bisa dijalankan atau tidak," kata dia dalam diskusi 'Dinamika Pilgub Pasca Debat Kandidat' di LIPI, Kamis (19/1).
Dalam debat, tidak ada salahnya saling serang gagasan, agar program yang dibawa untuk Jakarta bukanlah sekedar hafalan saat debat. Bahkan, kata dia, sebenanrnya debat ini juga bisa menggunakan kampanye negatif.
"Itu tidak masalah, selama bukan kampanye hitam," terangnya. Tapi sayangnya, kata dia, debat kemarin terlihat berjalan terlalu sopan untuk ketiga pasangan calon, termasuk untuk Ahok sendiri.
Hal yang sama disampaikan Sosiolog, Hikmat Budiman. Menurut Ketua Yayasan Interseksi ini debat pilgub kedua nanti, harus benar benar berdebat. Bukan seperti yang terlalu, dangkal dalam penyampaian visi dan misi.
Dalam debat selanjutnya, ia berharap KPUD DKI lebih melonggarkan aturan debat agar program cagub bisa dikupas tuntas antara masing-masing cagub. Aturan debat yang tidak terlalu kaku dari KPUD DKI bisa membuat publik bisa melihat perbedaan yang tajam antara ketiga calon tersebut.
"Untuk debat selanjutnya bila tentang penataan kota harus ditegaskan semua ide cagub itu bisa diaplikasikan bukan hanya soal teori atau hafalan. Jadi substansi debat putaran kedua harus lebih berorientasi isu kehidupan utama warga Jakarta, diulas detail dan bisa diaplikasikan dan bisa diukur," katanya.
Sedangkan Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Syamsuddin Haris menyorot soal pentingnya debat cagub dengan mengupas semua program cagub. Sebab, pemilih di Jakarta yang belum menentukan pilihan (undecided voters) atau pemilih yang masih bisa beralih pilihan (swing voters) masih sangat tinggi.
Ini dikarenakan karakter pemilih Jakara yag mayoritas menengah ke atas dan pemilih rasional. Apabila dalam debat terlihat cara penyampaian model hafalan dan sebatas teori, akan berpengaruh pada swing voters dan undecided voters yang jumlahnya mencapai 20-30 persen dari pemilih.