Senin 16 Jan 2017 19:20 WIB

Rudiantara Sebut Pelanggaran ITE di NTB Tinggi

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Maman Sudiaman
Rudiantara
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Rudiantara

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan, pelanggaran informasi dan transaksi elektronik (ITE) di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berujung pada kasus hukum termasuk yang tertinggi di Indonesia. 

Dari 207 kasus pelanggaran selama 2016, NTB menyumbang 86 kasus. Setelah NTB, ada Makassar dengan 50 kasus. "Saya dikasih tahu kasusnya ada 80-an, tapi Kapolda (NTB) yang tahu persis, statusnya ada yang penyidikan, penyelidikan, dan ada yang di pengadilan," ujarnya dalam rapat koordinasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopinda) NTB, di Aula Pendopo Gubernur NTB, Jalan Pejanggik, Mataram, NTB, Senin (16/1).

Ia melanjutkan, kasus-kasus pidana ITE pada umumnya berkaitan dengan pelanggaran pasal 27 (3) tentang pencemaran nama baik dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Kondisi ini memaksakan dirinya datang ke Mataram, NTB, untuk memberikan sosialiasi kepada masyarakat tentang pemahaman ITE. Kebanyakan kasus dikarenakan ketidakpahaman masyarakat dengan apa yang dilakukan ini bisa terancam pidana. 

Kominfo juga mendorong pemerintah daerah untuk terus melakukan sosialisasi. Kehadirannya juga untuk  sosialisasi dan edukasi terkait revisi UU ITE agar ke depan tidak semakin banyak masyarakat yang terjerat pidana karena ketidakpahaman ini.

Rudiantara menjelaskan, revisi UU ITE menitikberatkan pada pengurangan sanksi hukuman pasal 27 tentang pencemaran nama baik. Sebelumnya, pasal tersebut mengatur hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar bagi pelaku pidana. Namun, setelah direvisi menjadi pidana maksimal 4 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.

"Revisi UU ITE juga mengatur pencemaran nama baik yang diatur dalam pasal 27 adalah bersifat delik aduan, sehingga harus jelas siapa yang mengadu atau melaporkan," lanjutnya. 

Dia menambahkan, revisi ini juga mengatur tentang hak untuk dilupakan, untuk berita-berita yang dikemudian hari diketahui tidak benar. "Saat ini kami sedang konsultasi dengan Mahkamah Agung untuk pelaksanaan teknisnya. Sebab pemberitaan di media sosial dan internet itu dampaknya bisa seumur hidup bahkan ketika yang diberitakan sudah meninggal dunia. Ini kan kasihan kalau tidak terbukti," paparnya. 

Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi mengatakan, akan terus menggencarkan sosialisasi tentang bijak dalam menggunakan media sosial. Pemprov NTB akan bekerja sama dengan 10 kabupaten/kota yang ada di NTB."Banyak masyarakat yang tidak paham bahwa apa yang mereka lakukan di media sosial, berisiko berhadapan dengan masalah hukum," kata dia. 

Ia menyampaikan, proses sosialisasi akan secepatnya dilakukan dengan menggandeng siaran lembaga penyiaran publik (LPP) seperti RRI dan TVRI NTB, maupun melalui spanduk dan baliho pada ruang publik.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement