REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik, Said Salahudin mengungkapkan salah satu yang menarik dari penyelenggaraan debat Pilkada DKI Jakarta pada, Jumat (13/1) kemarin adalah terkait dengan strategi yang diterapkan oleh masing-masing calon dalam membagi sesi bicara dengan masing-masing pasangannya.
Said memaparkan, seperti pasangan nomor urut 3 Anies Rasyid Bawedan – Sandiaga Salahuddin Uno (Sandi) terlihat menggunakan strategi yang berbeda dengan dua pasangan lainnya.
"Sebagai calon Gubernur, Anies tampil sangat dominan di sepanjang acara debat. Dari enam segmen debat yang memberikan kesempatan berbicara sebanyak 17 kali kepada masing-masing pasangan, Anies tampil sebanyak 14 kali, sementara calon wakilnya Sandi hanya diberikan kesempatan berbicara sebanyak tiga kali saja," jelasnya, Sabtu (15/1).
Pada segmen ketiga, kelima dan keenam, Anies bahkan memborong seluruh waktu berbicara. Sandi hanya kebagian berbicara pada segmen pertama, kedua, dan keempat. Berbeda dengan pasangan nomor urut tiga, pasangan nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) - Sylviana Murni (Sylvi) dan pasangan nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Djarot Saiful Hidayat menerapkan strategi yang berlainan.
"Pola pembagian waktu bicara yang dipraktikkan oleh kedua pasangan ini cenderung lebih proporsional daripada pasangan nomor urut tiga," ujarnya.
Jika Anies – Sandi tampil dengan pola 14 - 3, Agus – Sylvy bermain dengan pola 11 – 6, dan Ahok - Djarot berbagi dengan pola 10 - 7. Perbedaan lainnya tampak pada strategi penguasaan segmen.
Jika Anies tampil penuh di tiga segmen, yaitu segmen ketiga, kelima dan keenam, Agus berbicara penuh di tiga segmen yang berbeda, yaitu segmen pertama, kedua, dan keenam. Lain Anies dan Agus, lain pula dengan Ahok. Calon nomor urut dua ini justru membuat pola sendiri dengan cara berbagi waktu penguasaan segmen dengan pasangannya.
Sementara Ahok mengambil waktu sepenuhnya pada segmen kelima, sementara Djarot berbicara secara utuh pada segmen ketiga. Sandi dan Sylvi tidak melakukan seperti yang dilakukan Djarot.
Sekalipun dalam pelaksanaan debat semalam pasangan nomor urut tiga menerapkan strategi yang lebih menonjolkan sosok calon Gubernur Anies Rasyid Baswedan, sedangkan calon Gubernur nomor urut satu dan dua menerapkan pola tampil yang relatif proporsional dengan masing-masing pasangangannya, namun hal itu sama sekali tidak menunjukan superioritas dari salah satu pasangan calon.
"Ini semata perbedaan strategi debat saja," ucap Said
Namun, sambung Said, jika strategi dari masing-masing pasangan tersebut dikaitkan dengan gambaran pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kelak akan dijabat oleh salah satu pasangan calon, maka strategi yang diterapkan oleh pasangan nomor urut tiga dengan lebih menonjolkan sosok calon Gubernur daripada sosok calon Wakil Gubernurnya menemukan relevansinya.
Dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, walaupun calon gubernur dan calon wakil gubernur dipilih secara berpasangan, tidak berarti kewenangan seorang gubernur sama dengan kewenangan wakil gubernur. Ketika salah satu dari pasangan calon itu terpilih, maka kekuasaan pemerintah daerah DKI nantinya berada sepenuhnya ditangan Gubernur.
Posisi Wakil Gubernur hanya bersifat membantu tugas-tugas tertentu Gubernur, memberikan saran dan pertimbangan, serta menggantikan tugas dan wewenang Gubernur ketika berhalangan.