REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pada tahun 2017 berbagai kegiatan terkait program bela negara akan dilaksanakan. Menurut dia, agar terjadi keseragaman dalam kegiatan dan pemahaman, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) perlu merencanakan sesuatu penyelenggaraan program bela negara yang melibatkan lembaga lainnya.
Dia menyatakan, dengan adanya keseragaman kegiatan dan pemahanan tentang program bela negara tersebut, diharapkan tidak membingungkan masyarakat. "Untuk itu, seluruh stakeholder terkait juga diharapkan dapat saling bersinergi agar program tersebut dapat terlaksana dengan baik," ujar Ryamizard saat Rapat Pimpinan (Rapim) Kemenhan Tahun 2017 di Jakarta, Kamis (12/1). Acara Rapim Kemenhan diikuti Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, KSAD Jenderal Mulyono, KSAL Laksamana Ade Supandi, KSAU Marsekal Agus Supriyatna, Menkeu Sri Mulyani, dan Mendagri Tjahjo Kumolo.
Ryamizard menekankan jajarannya agar melakukan koordinasi dan pendekatan secara intensif dengan lembaga lain untuk menggalakan lagi program bela negara di instansi masing-masing. Bagi jajaran TNI, menurut dia, satuan-satuan TNI merupakan ujung tombak operasional di lapangan yang sangat dominan menentukan keberhasilan program tersebut. Oleh karena itu, dia berharap kepada jajaran TNI untuk bersama-sama mendukung dan menyukseskan program bela negara.
"Karena, tanpa kemanunggalan TNI dan rakyat, niscaya TNI tidak akan dapat melaksanakan tugas pokok dalam menjaga kedaulatan, keselamatan bangsa, dan keutuhan negara," kata mantan KSAD tersebut.
Selain membahas program bela negara, Ryamizard juga menyampaikan penekanannya kepada jajaran Kemenhan dan Mabes TNI untuk mewaspadai dan mengantisipasi ancaman terorisme dan radikalisme. Ancaman itu bisa dalam bentuk yang telah terjadi pada masa lalu, saat ini, dan ke depan yang sangat serius dan berbahaya bagi Indonesia.
Menurut dia, melihat perkembangan konflik di Timur Tengah, kala eksistensi ISIS semakin terdesak dan kehilangan banyak wilayah kekuasaannya, berpotensi membawa implikasi langsung baik secara global dan regional. Bisa saja terjadi, anggota ISIS berpindah ke Asia Tenggara dan itu harus diwaspadai Indonesia, Filipina, dan Malaysia.
"Kondisi ini harus diwaspadi dan diantisipasi oleh Indonesia, karena pulangnya para pengikut ISIS yang berasal dari Indonesia akan berpotensi menjadi permasalahan dan merugikan negara," kata Ryamizard.