REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai, Undang-Undang No. 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 tahun 2007, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil memang membuka kemungkinan pemanfaatan pulau bagi orang asing. Tapi klausul itu, jika dibaca lagi undang-undangnya, tidak sinkron dengan pasal-pasal lainnya, dan hingga kini aturan turunannya juga tak pernah jelas.
''Jadi, pasal itu harusnya dianggap sebagai kelemahan yang perlu segera direvisi, dan bukannya malah dieksploitasi oleh pemerintah,'' kata Fadli Zon, dalam siaran persnya, Kamis (12/1).
Lagi pula, lanjut dia, pemanfaatan oleh orang asing secara perorangan adalah hal yang aneh. Ia menjelaskan, negara-negara seperti Jepang, Cina, atau Denmark, tak pernah mengizinkan investor asing mengelola pulau mereka.
Kalaupun investor asing diberi ruang, izin itu seharusnya hanya boleh diberikan kepada badan hukum, bukan diberikan kepada orang asing secara perseorangan. Itupun dengan catatan, tak boleh bersifat ekslusif, di mana satu investor diizinkan menguasai satu pulau.
Sebab, hal itu bisa menutup akses dan hak masyarakat. Jangan sampai masyarakat dirugikan, terutama masyarakat adat yang ada di sekitar pulau.
Menurut politikus Gerindra tersebut, pulau-pulau yang belum bernama, seharusnya digunakan pemerintah untuk memperkuat identitas keindonesiaan. Pemerintah bisa memberikan nama-nama seperti pahlawan nasional, tokoh seniman budayawan, tokoh olahraga dan atau nama-nama yang historis sesuai wilayah.
"Jadi, kita harus segera mengubah undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, agar tidak ada lagi celah bagi kebijakan atau gagasan yang bisa menghina harga diri kita sebagai bangsa semacam itu. Jangan karena demi investasi kita kemudian jadi gampang saja menggadaikan kedaulatan,'' tegas Fadli.